Trip Tanjung Puting Satu Hari, Apakah Bisa?
Apakah bisa eksplor Tanjung Puting hanya satu hari saja? Kalau kalian cek di beberapa agen open trip kebanyakan hanya menyediakan paket 3 hari 2 malam. Jawabannya bisa, kami pernah melakukan trip Tanjung Puting satu hari pada tahun 2018 yang lalu. Masalahnya adalah bisa atau tidak ngumpulin orang yang mau berangkat bersama, minimal enam orang supaya sewa kapal klotoknya lebih murah. Kapasitas maksimal kapal klotok bisa sampai 12 orang.
Kebetulan waktu itu saya gabung ke grup traveler yang punya tiket promo Sriwijaya dan Nam Air Pass, kalau kalian masih ingat program itu sempat heboh di tahun 2018 dan 2019. Rindu juga dengan masa-masa itu, sepertinya tidak akan ada lagi maskapai yang berani membuat program semenarik itu, terima kasih Sriwijaya Group.
Singkat cerita. Kami berangkat ke Pangkalan Bun sepuluh orang, dikomandoi oleh Kak Lina. Jujur saya belum kenal dengan orang-orang yang ada di grup itu, tetapi ketika ada yang menawarkan berangkat ke Tanjung Puting, saya langsung ngisi ceklis peserta. Kapan lagi ke Tanjung Puting, mumpung tiket murah, terus berangkatnya hanya sabtu minggu saja. Tidak perlu tambahan cuti.
Daya Tarik Taman Nasional Tanjung Puting
Mengapa saya tertarik berangkat ke Tanjung Puting? Pertama karena tersinpirasi dari film Anaconda tahun 2004 yang berjudul The Hunt of Blood Orchid, film ini mengambil setting tempat di Pulau Kalimantan. Saya terpukau melihat pemandangan sungai dan lebatnya hutan di Pulau Kalimantan. Lokasi syuting film ini memang bukan di Tanjung Puting-nya, namun sensasi dan pemandangannya kurang lebih sama. Sungai gambut berwarna hitam kemerah-merahan, serta pepohonan tinggi di kedua sisi sungai.
Alasan kedua, karena buku Dee Lestari berjudul Partikel yang merupakan serangkaian series Supernova yang fenomenal. Setting tempat buku itu salah satunya di Tanjung Puting, tempat di mana Zarah Amala menemukan tempat yang spesial di hidupnya.
Hutan Tropis di Tanjung Puting menjadi habitat yang nyaman bagi kawanan Orang Utan. Itulah mengapa banyak orang-orang yang peduli dengan kelestarian Tanjung Puting. Trip Tanjung puting terasa lengkap ketika saya beruntung berjumpa dengan ratusan kunang-kunang di malam hari.
Itinerary Trip Tanjung Puting Satu Hari
Pesawat Nam Air mendarat sempurna di Bandara Iskandar di Pangkalan Bun sekitar pukul delapan pagi. Setelah keluar dari bandara, kami mampir sebentar untuk sarapan. Kota ini tidak begitu besar, jarak dari bandara menuju Pelabuhan Kumai hanya setengah jam saja. Kami berangkat pukul 9.30 WIB. Di sana sudah menunggu kapal klotok yang telah kami sewa.
Harga sewa klotoknya sudah sepaket dengan biaya makan siang, langsung dimasakin sama koki klotok yang berpengalaman. Kapal klotok baru berjalan setengah jam meninggalkan dermaga Kumai, sinyal seluler sudah hilang. Jadi saya sarankan ke kalian hubungi dulu keluarga dan orang-orang terdekat, atau bikin status WA "maaf susah sinyal selama satu hari" supaya rekan kerja atau bisnis kalian mengerti.
Kapal Klotok akan menyusuri Sungai Sekonyer, lalu akan berbelok ke anak sungai yang lebih kecil. Pohon-pohon Nipah di tepi Sungai menjadi pemandangan pertama. Beberapa perahu warga bersuara nyaring melintas, riak air terlihat. Pondok-pondok rumah warga perlahan mulai jarang terlihat, berganti dengan dermaga kecil yang bisa digunakan kapal untuk bersandar.
"Karena hanya satu hari, kita hanya akan menuju kamp Leakey saja" Ujar motoris kepada kami. Ada tiga tempat/kamp yang biasa didatangi wisatawan untuk melihat Orang Utan. Selain kamp Leakey ada kamp tanjung harapan dan Pondok Tanggui. Lokasi kamp Leakey berada di paling ujung.
Pukul 12 siang, koki klotok sudah menyiapkan hidangan santap siang. Wah rasa ikannya terasa sekali kalau ikan ini baru atau segar, sangat puas makan sambil melihat view yang mengagumkan. Beberapa kali kawanan bekantan berhidung panjang terlihat dari sela-sela dahan pohon. Kawanan monyet berekor panjang juga bergelantungan, membuat pepohonan bergerak menari, seolah menyapa kami yang melintas.
Perlahan lebar sungai mengecil, airnya berwarna hitam kemerah-merahan. Bukan hitam kotor seperti kali mookevart di Jakarta Barat, warna hitam alami karena sungai gambut. Tumbuhan rasau juga menghias sungai.
Pukul dua siang, kami tiba di kamp Leakey. Tiga klotok lain telah tiba terlebih dahulu. Pengunjung waktu itu lumayan ramai, padahal hanya di akhir pekan saja bukan musim libur panjang. Sebelum memasuki feeding station/tempat memberi makan orang utan, kami singgah dulu ke rumah informasi atau kantor taman nasional. Di sana terdapat info-info menarik tentang Orang Utan.
Lokasi feeding station diberi tali pembatas, pengunjung juga disediakan kursi panjang bertingkat untuk menyaksikan kawanan orang utan makan. Petugas memanggil orang utan dengan membuat suara khas, sebentar saya sulit menuliskan bunyi-nya, mungkin seperti ini "hui, hui, hui, hui" :D.
Kami kurang beruntung karena lokasi feeding station di Camp Leakey baru saja dipindah beberapa hari yang lalu. Jadi orang utannya harus beradaptasi terlebih dahulu. Hanya ada satu primata yang muncul, itupun saya tidak tau jenisnya apa, yang jelas bukan orang utan :D
Pukul empat lewat, kami lelah menunggu. Akhirnya memutuskan untuk kembali ke kapal klotok, bersiap balik ke dermaga kumai. Selalu ada penghiburan setelah perasaan kecewa dan sedih, di perjalanan pulang kami bertemu dengan kunang-kunang yang menghias langit malam seperti butir cahaya yang bertaburan.
Lah bukannya seharusnya kalau perjalanan ke Kumai hanya tiga jam seharusnya kami sudah tiba pukul 7 malam? ada kejadian seru di sisa perjalanan, entah apa yang terjadi dengan motoris, mungkin mengantuk atau melamun, kapal kami menabrak batang kayu yang roboh. Staf motoris sampai harus turun ke dalam sungai untuk menyingkirkan kayu itu, bahkan klotok lain datang untuk membantu.
Kami bukannya khawatir malah tertawa, justru kami mendapatkan berkah jadinya merasakan sensasi di kapal klotok ketika malam hari. Pemilik klotok membentangkan kelambu dan kasur untuk tempat kami beristirahat.
Pukul delapan malam, cuaca sedang terang tanpa berawan. Kata Cak Osop, salah seorang teman saya di trip ini, "bulan September adalah waktu terbaik untuk melihat milky way, tuh lihat tanpa perlu alat kita bisa ngelihat jalur milky way-nya dengan mata telanjang". Sayangnya karena kapal terus bergoyang, saya tidak bisa memotretnya dengan kamera. Perlu ISO dan shuttertimeyang lama menghasilkan foto milky way yang bagus.
Penginapan di Pangkalan Bun
Kami tiba di dermaga Kumai pukul sembilan malam. Setelah itu langsung menuju penginapan bernama Mess Matahari. Jadwal pesawat keesokan harinya adalah pukul tiga sore dengan pesawat Nam Air. Masih sempat untuk keliling kota Pangkalan Bun. Pagi hari, jika sempat saya sarankan ke kalian untuk mencoba menyusuri sungai Arut dengan menyewa perahu warga. Melihat aktivitas kehidupan masyarakat tepi sungai seperti ini bisa menjadi sumber inspirasi.
Setelah menyusur sungai, tanggung rasanya kalau tidak mampir ke Istana Kuning Pangakalan Bun. Melihat jejak-jejak kesultanan Kutaringin. Ada cerita menarik juga tentang kisah konflik etnis Madura dan Dayak yang terjadi di masa lalu. Kalian bisa bertanya ke petugas/guide yang ada di Istana Kuning. Menarik sekali mendengarkan ceritanya, jangan lupa untuk memberi tip :)
Semoga ulasan Trip Tanjung Puting satu hari ini bermanfaat, semoga suatu saat saya bisa kembali berlibur ke Pangkalan Bun. Jika kalian bosan dengan liburan ke pantai dan gunung, mungkin Tanjung Puting bisa menjadi opsi terbaik. Salam.
0 komentar