Itinerary Traveling ke Dieng dengan Sepeda Motor
Jumat pagi, saya memulai perjalanan dari Kota Wonosobo menuju Dieng dengan sepeda motor. Experience motoran di Dieng menyenangkan sekali. Kondisi jalan yang relatif bagus disertai dengan pemandangan alam yang membuat takjub. Penting sekali menyusun itinerary dalam setiap perjalanan yang dilakukan. Supaya bisa memperkirakan waktu tempuh dan mengurutkan tempat apa saja yang ingin didatangi terlebih dahulu.
Menuju Dieng itu paling hanya satu jam saja dari pusat kota Wonosobo. Dekat sekali. Kalau bisa sekali jalan dua-tiga tempat terlampaui, sebelum tiba di Dieng mampir dulu ke tempat wisata yang searah dan berdekatan. Inilah Itinerary yang saya susun untuk explore Dieng dari Jum'at sampai Minggu. Semoga bermanfaat buat kalian yang sedang berencana menghabiskan waktu libur ke Dieng.
Hari Pertama
1. Telaga Menjer
Pukul enam pagi. Suasana dingin menusuk badan. Bagi yang memakai motor ke Dieng sangat disarankan untuk memakai jaket polar dan sarung tangan, kalau tidak bisa-bisa tubuh kalian bakal beku. Telaga Menjer adalah destinasi pertama saya yang didatangi. Paling hanya 25 menitan dari pusat kota Wonosobo. Karena masih pagi, loket belum ada yang menjaga. Saya pun langsung menerobos pintu masuk. Ada sepasang kekasih yang datang bersamaan waktunya dengan saya, wah syukurlah ada yang bisa motoin. Meski jarang mengupload foto yang ada muka saya di instagram, saya juga perlu foto selfie untuk koleksi pribadi. "mas-nya kok sendirian? temannya mana?" baiklah mereka orang pertama yang menanyakan ini.
Saya suka suasana Telaga Menjer di pagi hari. Kabut masih memutar di sekitaran telaga, kadang berayak turun kadang menghilang dibalik perbukitan. Nun jauh terlihat view Gunung Sindoro yang gagah. Perahu wisata masih terparkir di dermaga kecil, belum ada kang perahu yang berada di sana, hanya ada papan kayu dengan tulisan 20 ribu jika hendak naik keliling Telaga dengan perahu.
2. Kebun Teh Panama
Kalau sudah mampir ke Telaga Menjer, saran saya langsung saja sekalian pacu gas menuju Kebun Teh Panama. Jaraknya sudah dekat sekali. Jika di Telaga Menjer suasana masih sepi, berbeda dengan kebun teh yang sudah ramai oleh pengunjung. Saya juga antusias melihat pekebun teh yang sudah sibuk memangkas pucuk daun. Tiket masuk ke Kebun Teh Panama 20 ribu. Lumayan :)
3. Kebun Teh Tambi - Sikatok
Nah kalau kebun teh Tambi lumayan jauh dari kedua tempat sebelumnya. Saran saya jangan ikuti saran google maps, memang sih lebih cepat tetapi akan diarahkan menuju jalan desa yang sempit dan berkelok. Kalau buat motoran masih bisalah dilewati, tetapi kalau kalian pakai mobil lebih baik kembali ke jalan raya Wonosobo-Dieng saja.
Pemandangan Kebun Teh Tambi indah banget sih. Terus banyak spot fotonya, tetapi tiap spot itu harus bayar lagi. Waktu itu saya masuk ke salah satu spot foto saja yaitu di Sindoro view kebun teh sikatok. Lokasinya agak naik ke atas. Tiket masuknya 10 ribu.
4. Pintu Langit Sky View
Masih jam 10 pagi. Kayaknya nanggung kalau langsung tancap gas ke Dieng. Saya harus cari tempat nongkrong dulu buat nyicil naskah yang belum kelar. Sepanjang jalan Wonosobo-Dieng via Kejajar kalian bakal banyak nemuin warung atau coffeshop. Salah satunya Pintu Langit Sky View. Buat ngangetin badan saya pesan wedang jahe dan makanan ringan. Saya baru beranjak keluar jam 11.40 an untuk cari masjid buat salat jumat, ketemu di kawasan Tapak Banteng, dekat dengan basecamp Gunung Prau. Khotibnya ceramah pakai bahasa Jawa pula :D untung ngerti dikit-dikit.
5. Tugu Selamat Datang di Dieng
Kalau sudah masuk ke kawasan Dieng, pasti bakal kayak ada magnet yang membuat kamu berhenti dulu di tugu welcome to Dieng. Jam 12.30 WIB sebelum menuju penginapan saya foto dulu di sini. Buat ngabarin ke orang terdekat kalau saya sudah sampai di Dieng. Keep dulu tidak diupload di sosmed, ntar saja kalau sudah balik ke Jakarta.
Selesai foto di tugu dieng Wonosobo, saya beranjak menuju penginapan di Tani Jiwo Hostel. Di depannya ada juga tugu welcome to dieng tetapi versi Banjarnegara. Yap, Dieng itu masuk ke dua kabupaten yaitu Dieng Wetan di Kabupaten Wonosobo dan Dieng Kulon masuk kabupaten Banjarnegara. Wetan artinya timur dan kulon artinya barat dalam bahasa Jawa. Eh kebalik gak ya? :D
6. Savana Bukit Pangonan Dieng
Mandi jam satu siang di Dieng saja masih berasa dingin. Airnya kayak air dari dalam kulkas. Makanya tiap penginapan pasti ada water heater-nya. Selama di Dieng saya cuman mandi sekali sehari. Setelah mandi saya istirahat dulu di penginapan, sambil baca buku di perpustakaan mini di lantai dua Tani Jiwo. Terus mikir sore ini mau ke mana ya? akhirnya buat pemanasan, saya memutuskan buat naik ke Savana Bukit Pangonan Dieng. Lokasi titik awal pendakiannya berada di dekat SD 2 Dieng Kulon.
Infonya sih paling setengah jam treking sudah sampai ke savana. Tetapi kok gak ada yang naik sama sekali. Masih ada rasa ngeri kalau sendirian naik ke atas. Treknya gak terlalu terjal, kalian bisa melihat view Kawah Sikidang di tengah perjalanan. Sampai di pos satu saya duduk nungguin orang buat bareng-bareng nanjak ke savana. Untungnya ada rombongan yang dateng dari Temanggung.
View Savana Bukit Pangonan magis, cakep banget, kayak lapangan luas yang dikelilingi perbukitan. Kalau lagi musim penghujan beberapa bagian savana akan tergenang air dan membentuk telaga kecil. Lumayan lama saya berada di atas. Ditemani sama rombongan dari Temanggung yang lagi bikin konten. Balik dari sana sudah jam lima sore, malamnya saya tidak punya ide ke mana-mana lagi. Diem di hostel saja. "Kalau mau naik ke Bukit Sikunir, masnya berangkat jam empat dari penginapan. Supaya gak telat sanresan (sunrise)" Baiklah saya tarik selimut, pasang alarm, dan istirahat untuk jaga stamina buat besok.
Hari Kedua di Dieng
1. Bukit Sikunir
Mengapa orang begitu semangat sekali bangun pagi, menyusuri jalan dengan suhu udara yang rendah, hanya untuk bersusah payah treking ke atas bukit atau gunung. Semua punya versi jawaban masing-masing. Termasuk saya yang keluar kamar pada pukul empat, lantas menyetir sepeda motor sendirian menuju Bukit Sikunir. Dingin sekali pagi itu. Sampai-sampai jari-jemari saya kaku. Salah sekali tidak memakai sarung tangan.
Jalanan masih lengang, kekhawatiran saya memuncak ketika maps mengarahkan melewati jalur yang ambles. "Lah ini harus lewat mana?" batin saya. untung saja ketemu tukang ojek yang sedang mengantar pendaki naik ke Sikunir juga. "masnya lewat lapangan bola, ikutin saja jalur setapak itu, ntar ketemu jalan gede lagi". Saya mengikuti saran bapak itu, membelah lapangan bola sambil komat kamit ban motor tidak terpeleset. Licin soalnya. Rumputnya bercampur embun.
Ketika sudah mendekati tempat parkir bukit sikunir, suasana sudah ramai oleh mobil-mobil wisatawan. Dari mana datangnya mobil-mobil ini kalau jalan tadi rusak? rupanya mereka melewati jalur alternatif, memutar lebih jauh. Benar dugaan saya, menyewa sepeda motor jauh lebih fleksibel. Mobil tidak bisa naik lebih jauh ke atas karena jalanan sempit, jadilah para wisatawan harus melanjutkan perjalanan dengan ojek dari tempat parkir mobil. Ojek di Sikunir sepertinya sudah terkelola dengan baik, memakai jaket khas berwarna kuning. Mumpung saya sendirian jadilah saya mengajak seseorang untuk dibonceng dari tempat parkir mobil menuju gerbang pendakian.
Tiket masuk ke kawasan bukit sikunir sebesar Rp 15 ribu. Waktu treking menuju spot sunrise sekitar setengah jam saja. Bukit Sikunir kalau hari libur padat sekali, hampir semua open trip dieng jalan pada akhir pekan. Makanya kalau mau coba solo treking ke Sikunir bakal aman-aman saja, tidak perlu khawatir kalau kesasar, jalurnya juga mudah dan tidak banyak cabang.
Selain view golden sunrise Sikunir yang memukau, ada satu spot lagi yang jangan sampai terlewat kalau sudah sampai di puncak. Kalian jalan ke arah musola terus ikuti saja jalan setapak. Dibelakang punggung bukit kalian bisa melihat keindahan telaga cebong dan pemandangan desa Sembungan yang disebut-sebut desa tertinggi di Pulau Jawa.
2. Telaga Cebong
Setelah turun dari Bukit Sikunir, saya membeli kentang rebus di warung yang berjejer dekat pintu pendakian. Biar puas saya makannya di pinggir Telaga Cebong. Kalau saat berangkat hanya gelap tidak fokus melihat lingkungan sekitar, ketika pulang saya baru ngeh kalau di sekitar sini banyak penginapan dan ada juga camp area. Tetapi minusnya jauh dari minimarket dan tempat makan.
3. Kawah Sikidang
Jujur saja masuk ke sini saya agak ragu, karena biasa saja sih. Ngeliat belerang dan kawah seperti ini sudah sering. Kalau kalian pergi ke komplek candi Arjuna terlebih dahulu, tiket masuknya juga satu paket dengan kawah sikidang. Tetapi saya malah sebaliknya, ke kawah dulu, terus tidak lewat pintu utama. Jadilah bayar dua kali.
4. Batu Pandang Ratapan Angin
Nah kalau ke Tempat ini hukumnya wajib kalau ke Dieng. Dibanding langsung masuk ke kawasan telaganya, melihat view dari batu pandang ratapan angin jauh lebih puas. Telaga Warna dan Telaga Pengilon terlihat menakjubkan dikelilingi perbukitan khas Dieng. Dari sini bisa ngeliat desa di sekitaran Dieng.
5. Telaga Warna dan Telaga Pengilon
Saya pernah masuk ke kawasan telaga ini saat kunjungan pertama, jadinya tidak tertarik masuk lagi. jadilah saya foto saja di depan pintu masuk.
6. Candi Bima
Lokasi Candi Bima terpisah dengan komplek Candi Arjuna. Fakta menarik penamaan candi-candi di Dieng banyak diambil dari nama-nama tokoh dalam epos Mahabhrata. Jika kalian tertarik mendengar sejarahnya cobalah datang ke museum Kailasa. Petugas dengan senang hati menjawab pertaanyaan dari pengunjung, termasuk pertanyaan saya mengapa Candi Bima dan Candi Dwarawati terpisah jauh dengan komplek candi Arjuna.
7. Museum Kailasa
Koleksi museum Kailasa terbilang lengkap. Arca-arca di dalam museum ini ditemukan di sekitaran Dieng. Saya antusias sekali mendengarkan petugas menjelaskan koleksi museum dan corak candi di kawasan Dieng. "kalau candi bima keunikannya bentuk arsitekturnya khas india. Kalau mas perhatikan ada arca kudu-nya di sisi dinding candi." "Kalau Candi Srikandi keunikannya adalah relief tri murti di sisi-sisi candi, Dewa Wisnu, Dewa Brahma, dan Dewa Siwa".
Di sini juga kalian akan dijelaskan apa itu makara, yoni-lingga, arca ganesha, dan arca lain yang ada di museum. Termasuk juga teori mengapa beberapa arca kepalanya hilang. Terkadang belajar sambil mendengarkan lebih seru dibandingkan dengan membaca teori, saran saya jangan lewatkan Museum Kailasa dalam itinerary kalian.
8. Candi Gatotkaca
Meski terpisah dari komplek candi Arjuna, Candi Gatotkaca lokasinya tidak jauh dari sana, persis di seberang museum Kailasa. Jadi saran saya kalian parkir di satu tempat saja, tidak perlu pindah-pindah, biar hemat.
9. Telaga Balaikambang
Petugas Muesum Kailasa juga menjelaskan asal usul anak berambut gimbal di Dieng. Termasuk salah satu telaga yang dianggap suci oleh warga Dieng yaitu Balaikambang. Tempat berlangsungnya upacara Ruwatan anak berambut gimbal. Saya jadi penasaran berjalan ke arah telaga, menyisiri jalan setapak, melewati kebun kentang milik warga. Sesekali saya mengajak ngobrol petani kentang, bertanya banyak hal tentang masa tanam dan panen, hama, harga pasaran, tengkulak, dan termasuk begitu pentingnya telaga sebagai sumber kehidupan pertanian di Dieng. Namun saran saya kalau ke Balaikambang jangan terlalu gegabah untuk mengelilingi telaga karena tektsur tanah di sekitaran telaga ini berlumpur. Kelihatan kering tapi di dalamnya membahayakan.
10. Komplek Candi Arjuna
Lokasi telaga Balaikambang berada persis di luar pagar komplek Candi Arjuna. Karena saya tidak mau repot kembali ke pintu masuk awal, saya pun meniti jalan di pinggir pagar. Terus ketemu pondokan tempat menukarkan tiket dengan kain kawung hitam putih. Oh ya, warna hitam putih ini juga mempunyai makna yang filosofis sebelum kita masuk ke komplek candi. Tanyakan saja ke Petugas maknanya.
"loh masnya sudah punya tiket? kok bisa masuk?" petugas heran kok saya masuk tanpa tiket. Saya pun menjelaskan kalau tadi habis dari telaga terus menyisiri perkebunan kentang terus sampai ke tempat penukaran kain. "masnya ke loket dulu, harus ada tiket masuk" ujar petugas. "Kalau tau begitu saya tadi nyelonong masuk saja, gak perlu ngambil kain" batin jahat saya. Tetapi baiklah saya menurut. berjalan kembali ke loket.
Di komplek Candi Arjuna terdapat Candi Arjuna, Candi Puntadewi, Candi Srikandi, Candi Semar, dan Candi Sembadra. Tiap candi mempunyai ciri khas tersendiri.
11. Candi Setyaki
Kalau gak searching dulu biasanya akan terlewat mengunjungi candi satu ini. Lokasinya berada di luar komplek Candi Arjuna. Saat saya ke sini sepi tidak ada orang yang berkunjung.
12. Candi Dwarawati
Pukul 12 siang saya kembali ke penginapan. Makan siang, mandi, dan istirahat sebentar. Barulah sekira pukul tiga sore saya kembali melanjutkan menyelesaikan daftar tempat yang tersisa di itinerary. Candi Dwarawati satu arah dengan titik awal pendakian gunung prau via dieng dan bukit skoter.
13. Bukit Skoter
Menghabiskan sore di bukit skoter adalah penutup sempurna cerita hari itu, di sana saya berbincang dengan empat orang mahasiswa Unsoed yang motoran ke Dieng dari Purwokerto. "Sebentar lagi kan libur panjang perkuliahan mas, makanya kami ke sini" mereka berasal dari daerah yang berbeda, dua dari purwokerto, indramayu, dan magelang. "kalian gak ke tempat lain kayak ke arjuna, sikunir, batu pandang, dll?" tanya saya. "gak mas niatnya cuman ke bukit ini saja, yang penting ke Dieng. ntar abis maghrib balik lagi ke Purwokerto".
Hari Ketiga di Dieng
- Telaga Merdada
Saya hanya mengunjungi telaga merdada di hari terakhir. Keindahan alam dan komplek percandian di Dieng menjadi destinasi utama wisatawan, namun ada sudut pandang yang tak kalah menarik yaitu aktivitas pertanian di Dieng. Bagaimana warga yang sempat kesulitan di musim kemarau karena air di Telaga Merdada sempat kering. Mereka terpaksa mengairi kentang secara manual, menggendong jerigen semprot. "baru seminggu ini airnya ada lagi, Dieng baru masuk musim penghujan mas. supaya airnya bisa masuk ke pipa harus digali dulu tanahnya" kata petani yang saya temui.
Saya tidak bisa berlama-lama, jam sembilan saya melanjutkan perjalanan menuju terminal Mendolo. Lokasi janjian dengan sopir shuttle and travel aragon menuju Semarang. Mengapa saya suka sekali solo traveling? mungkin ini alasannya, lebih banyak tempat dan cerita yang saya dapatkan. Mengapa saya memilih foto petani di Dieng sebagai pembuka artikel ini? karena untuk itulah misi saya ke Dieng kali ini, yang tidak bisa saya jelaskan dalam artikel. Semoga itinerary traveling ke Dieng bermanfaat untuk kalian. Salam takzim.
0 komentar