Pertama Kali Tektok Gunung Gede Via Putri
Seorang teman pernah berkata kepada saya "Coba deh Kamu tektok naik gunung sekali saja, naik pagi buta lalu turun sore hari". Lantas saya pikir, apa enaknya naik gunung cuman sehari, pasti capek di badan doang tapi gak ada waktu untuk menikmati suasananya. Mending ngecamp semalam, syukur-syukur bisa melihat milky way. Lalu saat summit bisa melihat view matahari terbit dengan hamparan awan bak kapas yang membentang.
Namun baiklah, untuk menambah pengalaman baru. Nasihat lama bilang pengalaman adalah guru terbaik, maka dari itu saya akan mencoba tektokan naik gunung. Sebagai permulaan saya memilih gunung yang sudah familiar bagi saya yaitu Gunung Gede. Jalur yang dipilih adalah via Putri, jalur yang bisa dibilang lebih landai daripada jalur Cibodas dan Selabintana.
Kali ini saya tidak berangkat sendirian, ada teman dekat saya yaitu Faliq dan 10 teman yang lain. Jadi total kami dua belas orang, delapan orang laki-laki dan empat orang perempuan. Semuanya sudah pernah naik gunung dan bahkan kebanyakan sudah pernah mencoba tektok naik gunung.
Persiapan sudah matang seminggu sebelumnya, saya sih tinggal mengikuti petunjuk para suhu saja. Katanya kalau tektokan naik gunung gak perlu membawa tas carrier yang berukuran jumbo. Cukup bawa ransel kecil saja yang berisikan perlengkapan secukupnya. Saya pun memasukkan dua baju ganti, snack ringan, air minum, dan jas hujan (penting banget yang ini). Sepanjang trek Gunung Gede via putri banyak sekali dijumpai warung yang menjual minum, gorengan, semangka, dan minuman hangat.
Kami sepakat berangkat hari sabtu jam tujuh malam dari Jakarta, karena pendakiannya akan dilaksankan pada hari minggu pagi. Loh kenapa gak hari sabtu saja? fyi Gunung Gede itu favorit banget bagi pendaki di Jabodetabek, jadi kalau hari sabtu udah kayak pasar di jalur pendakian, ruaameee. Untuk menuju basecamp via Putri kami menggunakan krl lalu melanjutkan perjalanan dengan menyewa angkot. Tau lah ya kalau naik krl di hari kerja itu pasti padet banget, makin yakinlah kami berangkat sabtu malam ke basecamp.
Sabtu malam, pukul 21.45 WIB. Hujan deras membungkus kota Bogor setibanya kami di stasiun. Kami berjalan kaki menuju KFC yang berada di seberang stasiun, lokasinya berdekatan dengan Stasiun Paledang, tempat keberangkatan kereta Bogor-Sukabumi yang sudah beroperasi kembali. Di sana sudah menunggu supir angkot yang akan mengantar kami menuju basecamp.
Biaya sewanya Rp700.000 pp. Angkotnya akan memuat 12 orang ditambah satu sopir dan seorang kernet. Jadi bisa dibayangkan bagaimana dempet-dempetannya kami di dalam. Tapi tak mengapa, yang penting selamat sampai tujuan. Barang yang kami bawa juga tidak terlalu berat, jadi tidak over kapasitas. Singkat cerita kami tiba di basecamp yang bernama "Mamah Kamil" pukul satu dini hari. Saya dan yang lainnya langsung istirahat, mengumpulkan tenaga untuk besok pagi.
Niat awalnya sih jam tujuh langsung tancap gas naik, namun pasti gak bakal tepat waktu hahaha. Molornya gak terlalu lama sih hanya setengah jam. Sebagai manusia yang percaya akan kehendak Tuhan, kami memanjatkan doa sebelum berangkat. Nasihat lama mengatakan tujuan utama dari naik gunung itu bukanlah puncak, melainkan kembali ke rumah dengan selamat.
Gunung Gede via Putri terdapat lima pos pendakian. Jujur saja yang paling berat sih ketika menuju pos tiga dan empat. Karena jalurnya lumayan terjal dan terdapat akar pohon yang sedikit menganggu ketika melangkah. Total waktu dari basecamp Putri menuju alun-alun Surya Kencana (surken) adalah lima jam. Kami tiba sekitar pukul 12.30 WIB. Bisa dibilang santai, karena kami banyak berhenti di warung dan memotret foto sepanjang jalur.
Seorang yang sudah sering mendaki pernah bilang ke saya, kunci utama pendakian itu jangan ngoyoh di awal. Upayakan langkah kaki konstan dan stabil untuk menjaga stamina tidak cepat terkuras. Justru kalau ngoyoh di awal kita akan cepat lelah dan sering beristirahat. Lebih baik juga sambil mengemil cokelat atau madu rasa (yang ini sih kebiasaan saya, boleh ditiru boleh nggak).
Kami beristirahat sebentar di Surken untuk makan siang. Karena tidak membawa peralatan masak, kami membeli makanan di warung. Ya apalagi selain indomie dan gorengan, tapi nikmatnya luar biasa beda dengan nongkrong di warkop karena ditemani pemandangan surken yang masyaallah indahnya. Hujan kabut sempat menyelimuti surken, membuat beberapa di antara kami memutuskan tidak melanjutkan summit. Wajar sih tidak terlalu ngebet ingin ke puncak, karena mereka sudah berkali-kali ke sini wkwk.
Nasib baik masih memayungi, kabut perlahan menghilang dari surken. Wushhhh, keindahan padang panjang di alun-alun surya kencana nampak mengagumkan dengan langit biru. Bunga Edelweiss sedang mekar di sepanjang surken, mahkotanya Gunung Gede ini selalu membuat candu yang membuat orang ingin datang lagi... dan lagi.
Gunung Gede bukanlah gunung yang pertama kali saya daki, namun gunung inilah yang membuat saya menyukai aktivitas mendaki gunung, membuat saya penasaran untuk melihat lebih banyak gunung lagi. Lima tahun yang lalu di bulan yang sama, saya mendaki Gunung Gede pertama kali dan tanggal 24 Juli 2022 saya kembali ke sini lagi... Tidak ada yang berubah, Gunung ini selalu membuat saya terkagum-kagum.
Perjalanan menuju puncak dari surken terbilang sudah dekat, paling lama hanya satu jam saja. Sepanjang jalur saya melewati rimbunnya Pohon Cantigi yang kuat dan kokoh. Pukul dua siang kami tiba di Puncak Gunung Gede yang berada di ketinggian 2.958 MDpl. Tetangganya yaitu Gunung Pangrango terlihat meski sempat terhalang kabut.
Kami tiba kembali ke Surken sekitar pukul empat sore, lalu bersiap kembali turun ke bawah. Sayangnya banyak dari kami yang lupa membawa headlamp. Padahal sangat penting untuk mensiasati andaikala kami pulang ketika langit sudah gelap. "kemungkinan kita sampainya jam tujuh malam, ntar hati-hati ya saling jagain" ujar seorang teman.
Ajaib, baru pukul enam sore kami sudah tiba di basecamp. Jadi waktu tempuhnya dua jam saja. Saya kaget melihat teman-teman saya ngacir ketika turun, kelihatan banget sudah berpengalaman tektok naik gunung. Di antara rombongan Kami, saya finish ke lima. Dua orang di depan saya perempuan :D, saya hendak menyusul tapi mereka jalannya cepat banget. Udah lari sih hitungannya, bukan jalan lagi :D.
Namun saya sarankan buat teman-teman yang ingin tektok mendaki Gunung Gede tetap perhatikan keamanan. Pelan tidak mengapa asalkan selamat tanpa cidera, jangan lupa membawa headlamp dan jas hujan karena penting banget.
Rupanya angkot yang kami sewa terlambat datang, baru sampai di basecamp pukul delapan malam. Wah sepanjang perjalanan ke stasiun berhitung waktu, untung saja tidak ketinggalan kereta terakhir ke Jakarta. Soalnya kalian tau lah ya sepanjang puncak itu macetnya seperti apa, ditambah hujan deras pula. Syukurlah hujannya tidak turun ketika kami melakukan pendakian.
Keesokan harinya baru kerasa pegal di bagian betis dan paha. Teman saya menyarankan untuk melakukan recovery run, lari santai untuk menormalkan lagi kaki yang tegang. Tips yang sangat bermanfaat, setelah melakukan recovery run pegal di kaki berkurang.
13 komentar
Seru banget yaaa kayanya naik gunung! Berkali kali diajak oleh teman untuk ikutan nanjak tapi ga pernah mau, karena kayanya bukan interestnya kegunung, cuma gatau kalau beneran nyoba akan ngerasain apa. Sekali waktu pernah, tahun 2017 naik ke gunung ijen.. tp kalo kata orang2 itu bukan seperti gunung yg lain hihi Thanks kaa sudah sharing pengalamannya
BalasHapuspercayalah, seru banget. mau itu ijen atau bromo itu tetap dibilang gunung mba :) naiknya juga harus nanjak gak pake heli wkwk. ijen keren, saya waktu itu naik ketika cerah dan view sunrisenya sdg bagus. namun sayangnya blue firenya cuman kayak api kompor, gak membara :D
Hapusfoto-fotonya bagus. saya sebagai anak pesisir enggak pernah naik gunung. jadi ingat pas SMU dulu, ppunya teman PA, sll antusias kalo dia cerita. maaf tanya, mas, summit n tektok itu apa, ya?makasih atas jwbnnya
BalasHapuswah, saya justru selalu antusias membaca dan mendengar cerita dari "anak pesisir", karena saya tumbuh besar di pedesaan yang saban harinya melihat bukit barisan di kejauhan.
Hapussummit itu istilah para pendaki jika ingin melanjutkan perjalanan ke puncak gunung dari camp area. kalau tektok itu istilah untuk mendaki selama satu hari (tidak ngecamp), berangkat pagi dari basecamp lalu turun pas sore hari.
HapusMashaAllah~
BalasHapusKeindahan yang bisa dirasakan ketika hiking itu memang priceless yaah..
Aku suka kagum sama stamina pendaki. Pasti selain kudu olahraga rutin juga memahami medan dan kerjasama tim yang solid.
yang penting olahraga rutin sebelum menjelang berangkat aja mba, takutnya fisik kaget kalau langsung diajak daki.
HapusCerita pendakiannya seru dan santai apalagi bareng teman-teman hehehe. Btw, jadi ngiler bayangin makan Indomie dan gorengan di perjalanan pendakian bikin ngiler soalnya nikmatnya dobel
BalasHapuswahaha iya indomienya berasa lebih nikmat.
HapusKalau naik gede harus online ya, terus bisa solo hiking gak ya?
BalasHapusbooking/regis di web gedepangrango.org dulu bang. saya belum pernah coba solo hiking bang, saya sarankan sama temen aja :)
HapusBang kalo tektok gitu harus ada simaksi ga
BalasHapustetap daftar simaksi kak :)
Hapus