Solo Traveling ke Banda Neira
"Bung Hatta pernah mengecat perahu dengan warna merah putih. Menyulut kemarahan petinggi Belanda yang geram. Bung Hatta santai saja menanggapinya, beliau beralasan memang di darat warnanya merah putih tapi kalau sudah masuk ke air garam tentunya bercampur dengan warna biru bukan?" Kak Afdal Koritelu melanjutkan ceritanya, Kami masih duduk bersila kaki di teras Istana Mini sambil menunggu hujan yang tak kunjung menunjukan tanda berhenti, sudah setengah jam lamanya.
Cuaca di kepulauan Banda Neira memang kurang bersahabat beberapa hari terakhir. Waktu yang cocok jika ingin berkunjung ke sini adalah Bulan Oktober. Namun karena sudah memendam hasrat ke Banda Neira sejak lama, Saya tetap berangkat akhir maret lalu. Mumpung swab/pcr sudah tidak diwajibkan jika telah disuntik vaksin booster, lumayan menghemat biaya. Berperjalanan seorang diri atau solo traveling ke Banda Neira sangat berkesan, Betul kata orang-orang, Banda Neira itu Romantis yang membuat orang jatuh cinta untuk datang lagi dan lagi.
Saya membekali perjalanan ini dengan membaca beberapa buku dan video-video di youtube tentang Banda Neira supaya tidak kosong-kosong amat. Lakon berjudul "Mereka yang Menunggu di Banda Neira" oleh Indonesia Kaya juga tak luput dari tontonan, sumber informasi melimpah dari sana.
Bercerita tentang kehidupan masa-masa pengasingan keempat tokoh yaitu Sutan Sjahrir (diperankan Reza Rahadian), Bung Hatta (diperankan oleh Tanta Ginting), Pak Iwa K Soemantri (diperankan oleh Verdi solaiman, dan Dr. Cipto (diperankan oleh Lukman Sardi). Jika sobat belum menonton silahkan cari videonya di youtube, percayalah dua jam menontonnya tidak akan sia-sia :) Terlebih keempat pameran utamanya sudah tidak diragukan lagi kemampuannya dalam seni peran.
Sekilas mengenai Banda Neira
Mungkin saat ini Banda Neira mulai terlupakan, beberapa teman saya bahkan bertanya polos "Banda Neira berapa jam dari Banda Aceh?","Banda Neira di daerah mana ya?". Maklum, tidak banyak yang tau mengenai kepulauan kecil ini. Padahal dulunya daerah ini berperan vital dalam pemerintahan VOC. Kepulauan ini dijuluki surganya pala, rempah-rempah yang saat itu bernilai harganya melebihi harga emas. Jarak Banda Neira bermil-mil dari Ambon, di google maps harus di zoom berkali-kali supaya terlihat.
Kalian pernah mendengar J.P Coen? Gubernur VOC yang tersohor pada masanya. Coen diangkat menjadi gubernur VOC sebagai reward atas keberhasilannya membantu VOC menguasai kepulauan Banda Neira. Namun sayangnya penguasaan itu didapatkan melalui peristiwa berdarah yang mencekam dan suram.
Cara ke Banda Neira
27 Maret 2022, pukul enam pagi. Suasana Bandara Pattimura sudah ramai. Untuk menuju ke Banda Neira, saya lebih memilih menggunakan pesawat. Dulu maskapai yang beroperasi adalah Susi Air, namun untuk saat ini yang beroperasi maskapai Sam Air dengan tipe pesawat DHC-6-300 yang berkapasitas maksimal 17 penumpang. Harga tiketnya yaitu Rp 350.900, berangkat pada hari senin dan jumat (jadwal kadang berubah, menyesuaikan dengan kondisi cuaca dan operasional maskapai). Saya akan menjelaskan di postingan yang berbeda di blog ini secara detail.
Alternatif kedua adalah menggunakan transportasi laut. Ada kapal Sabuk Nusantara dengan waktu tempuh 7-10 jam perjalanan. Harga tiket lebih murah dibanding pesawat, kisaran seratus ribuan namun jadwal keberangkatannya hanya dua kali dalam sebulan. Itupun menyesuaikan dengan kondisi ombak, jika sedang tinggi biasanya kapal akan menunda perjalanan. Kalau mau lihat jadwalnya bisa berkunjung ke web kataomed, beliau sering update info kapal.
Saya tiba di Banda Neira sekitar pukul 8.30 WIT setelah satu jam perjalanan di udara. Syukurlah selama perjalanan langit sedang cerah dan tidak banyak turbulensi. Penumpang pesawat penuh saat itu, hanya ada dua kursi penumpang saja yang tidak terisi. Ada enam orang mahasiswa Jerman yang kemarin menginap di Michael Guest House dan Tim Kalyan Coffe yang sedang melakukan riset di Banda.
Kepulauan Banda terdiri dari beberapa pulau seperti Pulau Neira (pusat kecamatan), Pulau Banda Besar, Pulau Gunung Api, Pulau Ai, Pulau Run, Pulau Pisang, dan Pulau Hatta. Saya hanya mengunjungi dua pulau saja yaitu Pulau Neira dan Pulau Banda Besar. Selain karena waktu yang singkat di Banda Neira, faktor menghemat biaya adalah alasan saya hanya berkunjung ke dua pulau tersebut. Sewa kapal saat hoping island berat kalau solo traveling.
Penginapan di Pulau Neira
Setibanya di Bandara Banda Neira, saya langsung menumpang ojek dan minta diantarkan ke Hotel Maulana, tempat menginap selama dua malam di Pulau Neira. Hotel ini didirkan oleh Alm. Des Alwi yang merupakan anak angkat dari Bung Hatta. Sesampainya di sana saya langsung disambut oleh staf hotel, mereka menyajikan dadar gulung pandan dan secangkir teh sebagai welcome drink.
Ada banyak pilihan hotel lain di Neira seperti Cilu Bintang, Bintang Laut, dan Mutiara. Untuk lokasi hotel Maulana persis bersampingan dengan pelabuhan kapal putih (masyarakat banda menyebut kapal besar dengan sebutan kapal putih). Terdapat halaman hotel yang luas dan rindang, viewnya langsung menghadap ke Gunung Api Banda. Namun sayangnya beberapa bagian hotel kurang terawat karena termakan usia, catnya juga nampak pudar.
Saya memesan kamar yang paling murah Rp 150.000 bertipe hostel dengan ranjang bertingkat. Lokasinya berada di bagian belakang dan paling ujung, di dalam kamar ada empat ranjang dan hanya saya sendirian yang mengisi. Jujur saja selama menginap di sana dag dig dug susah tidur karena agak seram, untuk mengurangi rasa takut saya memutar musik saat hendak tidur. Syukurlah tidak melihat dan mendengar hal yang janggal sih :D
Sewa Sepeda di Pulau Neira
Bersepeda adalah cara yang tepat dan asik
untuk mengelilingi Pulau Neira sambil melihat saksi bisu kejayaan masa
lalu. Salah satu bagian yang tak kalah menarik dalam traveling adalah
mengamati aktvitas warga lokal, Banda Neira yang multikultur dihuni oleh
warga pendatang. Hanya sedikit warga asli Banda setelah peristiwa pilu
tahun 1621.
Bangunan-bangunan peninggalan VOC masih berdiri tegak dan dirawat oleh balai pelestarian benda purbakala. Ada Istana Mini sebagai kantor gubernur VOC di masa lalu, Gereja Tua yang terletak di seberang alun-alun, Benteng Belgica yang dulunya menjadi benteng pertahanan yang kokoh, dan jangan lupakan tempat ngechill noni dan tuan Belanda pada masa lalu yaitu bangunan Societeit Harmonie. Berpindah ke pintasan waktu yang lain terdapat bekas rumah Hatta, sjahrir, Dr. Cipto, dan Iwa pada masa pra kemerdekaan.
Tempat wisata bersejarah di Pulau Neira
1. Kampung Verhoeven
2. Rumah pengasingan Bung Hatta
3. Rumah pengasingan Bung Sjahrir
4. Rumah Captain Christopher Cole
5. Rumah pengasingan Dr Cipto
6. Gereja Tua
7. Taman Alun-alun
8. Sekolah Tinggi Hatta Sjahrir
9. Pasar Banda Neira
10. Benteng Nassau
11. Societeit Harmonie
12. Istana Mini
13. Kantor Gubernur VOC di Banda Neira
14. Benteng Belgica
15. Parigi Rante
Saya awalnya kaget saat hendak masuk ke dalam istana mini yang dipenuhi banyak tas dan tikar yang digelar. Nampak sedang ada kegiatan dengan jumlah peserta yang banyak. "Tidak apa-apa adik, masuk saja" Penjaga istana mini menghampiri saya yang ragu-ragu untuk masuk ke dalam, kan gak lucu kalau dituduh maling :D.
Rupanya sedang berlangsung kegiatan Kemah Literasi yang dipelopori oleh Kantor Bahasa Maluku. Kegiatan ini mengundang semua penggiat/komunitas literasi di seluruh Maluku. Kebetulan saat saya datang ke Istana Mini, rombongannya sedang berkunjung ke Pulau Banda Besar tepatnya di Desa Lonthoir.
Hujan deras mengguyur Banda Neira ketika saya berada di istana mini, saya duduk di teras depan lalu penjaga istana mini datang mendekati dan mengajak bercerita. Afdal Koritelu namanya, dari beliau lah saya banyak mendapatkan insight mengenai sejarah di Banda Neira. Beliau bercerita banyak, mempunyai wasawan yang luas mengenai Banda Neira.
Saya tidak akan banyak bercerita detail tentang sejarah tiap tempat dan bangunan di postingan ini, kalian bisa membuka buku literatur ataupun mencari referensi lain melaui youtube (rekomendasi channel melawan lupa).
Bersambung : Keindahan Lonthoir Andan Orsia
Catatan pengeluaran di Banda Neira
-Pesawat Sam Air Ambon Banda Neira Rp 350.900 (nomor WA cabang Ambon : 0852-4316-0770, nomor wa cabang Banda Neira (bang ono) : 0812-4876-8080 )
-Ojek dari Bandara Banda Neria ke Penginapan : Rp 9.000
-Sewa sepeda selama satu hari : Rp 50.000
22 komentar
Tulisan yang manis
BalasHapusmakasih merpati :)
HapusBagian selanjutnya Banda besar?
BalasHapusiya
HapusMenarik
BalasHapushelo
Hapusbiaya makan sehari berapa ya kk?
BalasHapusdi neira sy beli makan di warung dan makan sate ayam dekat kampus hatta syahrir. sekitar 20 ribuan sekali makan :)
HapusHi kak. Boleh share itin nya kah? Sepertinya menarik karena ceritanya sangat mendetail..
BalasHapusinsyallah sy posting di artikel yang baru saja ya kak terkait itin.
HapusListrik dan internet disana gimana bro?? Soalnya gw ada rencana mau liburan disana 1atau2minggu
BalasHapusgue pake kartu telkomsel sinyalnya aman bang. kalau listrik sih nyala 24 jam, kecuali kalo lg ada pemadaman (cuaca dan gangguan)
Hapusbro boleh aku ijin muat artikelmu ke dalam buku perdanaku
BalasHapusuku seperti apa ya lebih tepatnya? kalau boleh komunikasinya berlanjut lewat wa saja kak.. ini kan saya gak tau kakak siapa, anonim soalnya.
HapusMr. Menthoz..❤️❤️❤️
BalasHapusMas izin bertanya naik pesawatnya dari mana ya?
BalasHapusdari ambon kak, pesawat perintis sam air.
HapusBang ...jadwal pesawat itu tiap hari ada? Renc sy dari Tual ke Banda Neira naik kapal laut lalu dari Banda ke Ambon naik pesawat. Dari Ambon ke jkt. Oya, adakah rental motor? Tks bang
BalasHapusjadwal pesawat tidak setiap hari bang, paling satu-dua kali saja dalam seminggu. rental motor mungkin bisa nego sama tukang ojek/staf penginapan barangkali mau direntalkan motornya.
HapusAda informasi tempat sewa sepeda gak kak ???
BalasHapuswaktu itu saya nanya ke staf penginapan terus dianter ke tempat sewa sepeda.. kalau tidak salah ingat di dekat bank bri pulau neira
Hapusvideo teater mereka yang menunggu di banda neira sudah gak ada di youtube lagi ya.
BalasHapus