Buku-buku yang Menemani Selama Traveling
Memasukkan buku ke dalam ransel ketika traveling adalah hal yang wajib bagi Penulis. Alasannya selama berperjalanan jauh pasti menemui banyak waktu luang yang kadang membuat bingung hendak melakukan apa. Misalnya saat menunggu waktu boarding yang lama, jika terjadi delay karena faktor cuaca, mesin pesawat yang bermasalah, atau mungkin kendala operasional yang membuat kening mengkerut. Di saat momen menunggu seperti itu, rasa-rasanya sayang saja jika hanya memainkan gawai.
Di dalam pesawat, buku menjadi hiburan jika tidak ada teman bicara. Jarang sekali Penulis mengobrol dengan penumpang yang duduk di samping penulis. Hanya memperhatikan wajahnya sekilas, yang penting menunjukkan gestur senyum ketika sedang bertatap muka. Padahal mungkin saja tanpa disadari penumpang di samping merupakan author buku yang sedang dibaca, meski peluangnya sangat kecil.
Ada kalanya buku yang tersimpan di dalam tas tidak dibaca sama sekali, ini sering terjadi ketika berangkat berombongan. Tentu kita akan menjadi perhatian ketika semua asik berbaur dan mengobrol satu sama lain sementara kita asik sendiri membaca.
Saat traveling ke Baduy Dalam pada juni yang lalu, penulis sudah memasukkan buku Filosofi Teras ke dalam tas ransel. Namun sama sekali tidak dibaca. Selama perjalanan kereta dari Tanah Abang ke Rangkasbitung Penulis justru tertidur (semalamnya tidur larut malam), kebetulan saat itu penumpang sedang sepi. Mana sempat membaca buku setelah itu, treking berjam-jam pada siang hari lalu pada malam harinya kampung Baduy gelap gulita tanpa listrik. Jadilah buku itu hanya menjadi pemberat tas, meskipun tidak berat-berat amat sih, treknya saja yang berat naik turun bukit.
Sang Alkemis, Paulo Coelho
Adapun buku terakhir yang Penulis baca ketika traveling adalah Sang Alkemis yang ditulis oleh Paulo Coelho. Bisa dikatakan buku ini wajib masuk ke list rekomendasi jika kalian hobi traveling. Penulis tidak punya buku fisiknya, melainkan membaca dengan cara meminjam buku digital/e-book di i-pusnas. Sobat pembaca masih asing dengan i-pusnas?
iPusnas merupakan aplikasi perpustakan digital yang menyediakan ribuan koleksi e-book secara gratis. Kita hanya perlu mendaftar saja, memasukan e-mail dan mengisi data diri. Selanjutnya tinggal cari buku yang kita inginkan, e-book ini tidak bisa kita download dan simpan di dalam memori handphone. Jadi kita hanya bisa membaca melalui aplikasinya saja guna menghindari pembajakan. Screenshoot tampilan isi buku tidak bisa, sepertinya aplikasi ini dirancang dengan keamanan khusus.
Masa peminjaman bukunya selama seminggu, jadi setelah lewat tenggang waktunya maka e-booknya secara otomatis hilang dari daftar buku yang kita pinjam. Terus kalau belum selesai baca gimana? ya tinggal pinjam ulang :) Sama seperti perpustakaan fisik pada umumnya, buku-buku di i-pusnas juga terbatas jumlahnya. Kadang untuk buku yang populer sering habis dipinjam dan harus mengantri untuk membacanya.
Eh, lagi-lagi bahasannya melebar dari topik utama, moga-moga info mengenasi i-pusnas bermanfaat ya :).
Selama Road trip Makassar-Palu, Penulis menamatkan membaca Buku Sang Alkemis. Membuat perjalanan Penulis tidak membosankan meski traveling sendirian. Belasan jam di bis Penulis lebih banyak tertidur, namun diselipi dengan membaca cerita seru tentang anak gembala bernama Santiago yang berasal dari Spanyol dan hendak menuju Mesir.
Selama perjalanan Santiago selalu menemui "pertanda" yang seolah menuntunya untuk terus melangkah maju, meski tempat-tempat yang ia singgahi membuatnya ingin menetap dan beberapa kali mendapatkan masalah-masalah hebat. Ada banyak pesan dan nasihat kehidupan yang dapat diambil dari perjalanan Santiago.
Tak bisa dipungkiri, ada buku yang ketika kita buka sampulnya dan mulai membaca lembar per lembar namun tidak sampai di halaman terakhir. Alasannya mungkin karena tidak sanggup karena bahasannya "berat", bisa jadi karena sudah tidak mood lagi untuk membacanya. Untuk buku Sang Akemis ini membuat Penulis penasaran mengenai apa yang akan dijumpai oleh Santiago di tempat persinggahan selanjutnya. Penulis memberikan rating bintang lima di goodreads untuk buku ini, sangat direkomendasikan untuk menemani selama traveling.
Selasa Bersama Morrie, Mitch Albom
Beberapa buku karya Mitch Albom telah Penulis baca, salah satu Penulis yang diidolakan. Selasa Bersama Morrie adalah favorit Penulis selain Meniti Bianglala, Sang Penjaga Waktu, dan Satu Hari Bersamamu. Buku-bukunya tidak terlalu tebal, kisaran 200 an halaman.
Dari buku Selasa Bersama Morrie, Penulis banyak mendapatkan pesan sederhana yang kadang luput dalam renungan. Memahami perspektif esensi menjalani kehidupan, karena suatu saat akan bertemu dengan takdir yang tak terelak. Hidup bukanlah hanya menyoal materi semata, tidak sebatas bergegas menuju pencapaian.
Penulis menyelesaikan membaca buku Selasa Bersama Morrie selama perjalanan sendirian ke Bandung pada Maret yang lalu. Mencicil halaman per halaman di kereta, di penginapan, dan saat berhenti makan siang. Bintang lima di goodreads untuk buku ini, masuk dalam rekomendasi untuk dibaca saat sengang.
Saat membaca sebuah buku khusunya non fiksi, kadang kita membayangkan bentuk visual cerita yang sedang kita baca. Latar tempat salah satu yang menarik perhatian, membuat pembacanya ingin datang langsung ke lokasi yang diceritakan. Bisa juga melihat secara virtual melalui google maps, apalagi saat ini sudah sangat canggih bisa melalui google street view.
Penulis teringat dengan novel Partikel karya Dee Lestari yang salah satu setting tempatnya ada di Taman Nasional Tanjung Puting. Dee secara detail menceritakan tentang aktivitas keseharian di sana, Penulis kagum dengan cara Beliau mendeskripsikan keindahan alam Tanjung Puting melalui rangkaian kalimat yang menarik.
Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah juga novel yang sangat khas dan lekat dengan latar tempat cerita. Menceritakan kehidupan seorang pengemudi sepit di Sungai Kapuas bernama Borno. Hampir keseluruhan isi buku bersetting tempat di tepi Sungai Kapuas, jadi kalau ingat judul buku ini pasti langsung teringat dengan Sungai Kapuas dan sepit di Pontianak, selain Borno dan Mei yang merupakan tokoh utama tentunya.
Membawa buku sangat bermanfaat selama berperjalanan jauh. Menghilangkan bosan selama berjam-jam di bis, meredakan sebal karena menunggu lama, dan supaya tidak merasa kesepian di meja makan (di saat meja sebelah penuh canda dan tawa oleh orang2 yang sedang asik nongkrong).
Sementara itu dulu buku-buku yang pernah menemani Penulis selama traveling, mungkin saja bisa dijadikan referensi bacaan di waktu luang. Hanya dua yang penulis jelaskan dengan sub judul, tetapi ada banyak yang penulis sebutkan dan jelaskan singkat di beberapa paragraf. Ya kebanyakan buku non fiksi ya :D. Semoga bermanfaat :).
0 komentar