Solo Traveling ke Kota Bandung (Part 1 : Berjalan Kaki di Sekitar Pusat Kota)
Kenapa mendadak? Rencana berpergian ke tempat yang lain batal, alasannya tidak bisa disebutkan di sini ya :D. Lalu setelah dipikir ulang, sayang juga momen long weekend Imlek dilewatkan hanya di kamar kos.
Terlintas di kepala untuk mencari tempat yang jaraknya dekat, aksesnya mudah, tidak perlu mengeluarkan banyak anggaran, dan banyak pemandangan alam yang indah. Terpilihlah Bandung, Kota yang tiga tahun lalu pernah Penulis kunjungi. Saat itu Penulis baru sempat berkunjung ke Kawasan Lembangnya saja, nah kali ini Penulis mencoba ke arah Selatan yaitu kawasan Ciwidey.
Lalu siapa partner perjalanan kali ini? tidak ada, hanya sendirian alias solo traveling. Sesekali mau coba jalan sendirian lagi. Serunya berjalan sendirian adalah melalui banyak hal yang tidak terduga selama perjalanan, penulis belajar banyak hal, tidak bergantung dengan orang lain, dan merasakan kebebasan menentukan arah dan tujuan perjalanan.
Sebenarnya di Kota Bandung ada kenalan atau teman, tetapi Penulis sama sekali tidak mengabari mereka, takut merepotkan (meskipun mereka sangat senang jika dikabari, GeEr tingkat epic).
Perjalanan Kereta Api Jakarta - Bandung
Jumat, 12 Februari 2021. Stasiun Gambir pukul enam pagi sudah ramai. Penulis mencetak boarding pass lalu beranjak menuju peron. Terlebih dahulu ada pengecekan surat hasil tes PCR, Rapid Antigen, atau Genose sebagai syarat berperjalanan menggunakan kereta.
Biaya yang dikeluarkan untuk tiket kereta yaitu Rp 85.000, Penulis membelinya tiga hari sebelum keberangkatan melalui aplikasi tiket dot com. Nama keretanya adalah Argo Parahyangan, terjadwal berangkat pada pukul 06:50 WIB. Kursi yang Penulis duduki saat itu berada di barisan tempat duduk C,D. Beruntung saat memesan tiket masih ada yang di dekat jendela, selama perjalanan juga tidak ada yang duduk di sebelah Penulis. Infonya selama pandemi kapasitas penumpang dibatasi hanya 70% saja.
Kereta pun melaju, melesat cepat meninggalkan Stasiun Gambir. Pemandangan gedung-gedung bertingkat Ibu Kota, berganti menjadi suasana hijau pedesaan yang asri dan menyejukkan mata. Langit pun sedang cerah, pertanda baik untuk beberapa hari ke depan.
Pukul sepuluh pagi, kereta tiba di Stasiun Bandung. Saat berjalan di lorong pintu kedatangan, ada dua arah yaitu pintu keluar utara dan selatan. Karena tujuan penulis adalah menuju kawasan alun-alun, Penulis memilih lewat pintu keluar selatan.
Jalan Kaki Menuju Alun-alun Kota Bandung
Untuk mempermudah mobilitas selama di Bandung, Penulis menyewa sepeda motor tetapi jam sewanya dimulai pada pukul tiga sore supaya dapat hitungan total sewa 1,5 hari. Nah untuk mengisi waktu, penulis terlebih dahulu jalan kaki santai menuju Alun-alun Bandung, Jalan Asia Afrika, dan Jalan Braga. Kalau dilihat di Google Maps sih jarak dari stasiun ke alun-alun hanya satu kilometer saja. Penulis sudah seperti orang nyasar saja, berjalan sambil merunduki peta wkwk.
Alun-alun di Kota Bandung merupakan salah satu alun-alun yang terunik di Indonesia. Areanya dipasang rumput sintetis berwarna hijau dengan pola yang menarik. Setibanya di sana rupanya area alun-alun ditutup, berbeda dengan suasana beberapa tahun yang lalu yang ramai oleh pengunjung, kali ini nampak sepi.
Penulis mengambil foto dari batas tanda dilarang masuk, di sekitar kawasan ada petugas Satpol PP yang sedang berjaga. Masjid Raya yang berada persis disebelah alun-alun tetap buka untuk beribadah.
Jalan Asia Afrika dan Gedung Merdeka
Di tengah teriknya matahari, Langkah kaki kembali melangkah menyusuri Jalan Asia Afrika. Melewati tugu bola dunia dan melewati quote novelis Pidi Baiq yang terpajang di pinggir jalan. Setelah itu Penulis tiba di depan Gedung Merdeka dan Museum Konferensi Asia Afrika yang bersejarah.
Jalan Braga
Rute terakhir berjalan kaki pada siang itu adalah menyusuri Jalan Braga. Di sini banyak dijumpai gedung-gedung dengan arsitektur lama. Lokasi ini juga banyak ditemui kedai kopi hingga cafe, salah satu kawasan nongkrong yang ramai di Bandung.
Menginap di Bobobox Paskal
Setelah lumayan capek berjalan kaki, Penulis pun memesan ojek online dari Jalan Braga menuju Bobobox Pods Paskal, tempat penulis menginap selama di Bandung. Lokasinya berada di Jl Pasir Kaliki, tidak jauh dari Stasiun Bandung.
Hotel ini berkonsep kapsul, kamar yang disediakan terbagi menjadi dua tipe yaitu single bed dengan harga Rp 125.000 dan Queen Bed seharga Rp 145.000. Harga ini Penulis lihat melalui aplikasi Bobobox langsung, bisa di download di playstore. Harga bersifat tentatif, kadang berubah tergantung musim libur panjang atau hari biasa.
Penulis sarankan kalau mau menginap di Bobobox untuk menginstall aplikasi terlebih dahulu, karena ketika check in akan ditanya sudah download aplikasinya atau belum. Untuk masuk ke kamar pengunjung akan mendapatkan QR Code yang ada di aplikasi, gunanya adalah sebagai akses keluar masuk kamar (berbeda dengan kamar hotel lain yang biasanya menggunakan kartu atau kunci).
Di hotel kapsul ini terdapat share bathroom yang menyediakan air hangat untuk mandi. Setelah meletakkan ransel, Penulis pun bergegas mandi dan berganti pakaian. Lalu tepat jam tiga sore staf sewa motor datang untuk memberikan motor sewaan.
Penulis menyewa motor di Sewa Motor Juara (dapat dihubungi melalui nomor 0895-1537-0285 dan instagram sewamotorbandungjuara). Respon dari mereka sangat cepat saat membalas pesan whatsapp, kualitas motor yang disewakan masih tergolong baru dan oke.
Harga yang penulis keluarkan saat menyewa adalah Rp 165.000 selama 1,5 hari untuk tipe motor Beat, sudah termasuk biaya pengantaran dan pengembalian unit di hotel Bobobox serta terdapat sepasang jas hujan dan helm.
Sore Hari dan Lanskap Hutan Pinus di Dago
Setelah mendapatkan motor sewa, Penulis langsung gaspol menuju Tebing Keraton di kawasan Dago. Suasana sejuk terasa, lanskap deretan Hutan Pinus sepanjang mata memandang. Ada banyak kedai kopi yang berada di pinggir jalan, berada di bawah rimbunnya hutan pinus.
Namun sayangnya Tempat wisata Tebing Keraton sedang tutup saat itu. Penulis pun berbalik arah, singgah ke kedai kopi yang berada di pinggir jalan. Meja lain ramai oleh rombongan muda-mudi yang sedang mengobrol dan tertawa, sedangkan Penulis sendirian saja hahaha.
Gedung Sate
Selepas waktu menikmati sore hari di Dago, Penulis menuju Gedung Sate. Keperluan hanya untuk foto di depan gedung saja karena gedungnya sudah tutup. Kepalang sudah dua kali ke Bandung tetapi belum pernah melihat Gedung Sate.
Penulis tiba di hotel sekitar pukul tujuh malam, Penulis sama sekali tidak tertarik keluar pada malam harinya, memilih untuk tetap di hotel saja dan menamatkan buku Selasa Bersama Morrie karangan Mitch Albom. Keesokan harinya merupakan bagian terseru dalam perjalanan ini yaitu motoran menuju Kawasan Ciwidey. Bersambung ke : Motoran Sendirian ke Ciwidey
0 komentar