Mengenal Desa Adat Ratenggaro di Sumba
Bebas sih mau pilih landing dan take off di bandara yang mana. penulis saat itu menggunakan tiket promo dari maskapai Nam Air, dan syukurlah maskapainya juga melayani penerbangan di kedua bandara tersebut. Rute perjalanan overland Sumba saat itu berawal dari Sumba Barat Daya dan berakhir di Sumba Timur.
29 Desember 2018, Pesawat yang membawa penulis dan sembilan
teman yang lain mendarat dengan sempurna di Bandara Tambolaka sekitar
pukul tiga sore waktu setempat. Di sana telah menunggu Bang Neil dan
Bang Herman yang merupakan driver dan guide Kami selama empat hari tiga
malam overland di Sumba. Perjalanan ini bukanlah open trip dari agen
tour, Penulis dan teman-teman sendirilah yang menyusun itinerary, mencari sewa mobil, dan penginapan. Bisa
dibilang sharing cost sifatnya.
Perjalanan itu pun dimulai, untuk mengefisiensikan waktu Kami pun tidak menuju penginapan terlebih dahulu, melainkan langsung menuju ke destinasi pertama yaitu Desa Adat Ratenggaro yang berjarak kurang lebih 40 KM dari Bandara Tambolaka. Kondisi jalan menuju ke sana sudah beraspal dan baik, 1,5 jam perjalanan penulis lebih banyak melempar pandangan ke luar jendela memperhatikan jalanan yang sepi dan lengang. Sesekali berbincang dengan teman penulis lainnya.
Sumba memang terkenal dengan lanskap alamnya seperti pantai dan bukit yang menakjubkan, namun selain itu Sumba mempunyai wisata desa adat yang masih lestari dan dijaga hingga sekarang. Desa adat ini salah satunya, Ratenggaro mempunyai arti "Rate" yaitu kuburan dan "Garo" artinya nama suku. Ceritanya dulu terjadi peperangan antar suku dan desa ini berhasil direbut dari suku Garo. Korban yang terbunuh dikubur di tempat ini juga.
Desa adat ini berada di dekat laut, pengunjung dapat melihat hamparan air laut yang sedang menyapu bibir pantai. "Masih jam lima, sempatlah ya sunset di Pantai Pero" Bang herman pun mengajak kami menuju salah satu pantai di dekat sini, waktu tempuhnya hanya sekitar 15 menit saja berkendara mobil. Pantai Pero menyuguhkan pemandangan ombak yang pecah menabrak dinding batu karang. Tiba di sana, penulis antusias mengambil foto dari jarak jauh saja karena khawatir percikan airnya membasahi kamera. Pengunjung disarankan jangan terlalu dekat ke bibir pantai ya, berbahaya :).
Menikmati keindahan matahari terbenam di Pantai Pero menjadi penutup cerita hari pertama Overland Sumba saat itu. Penulis dan teman-teman yang lain pun menuju hotel. Penulis dan teman-teman menginap di Hotel Ella yang terletak di Jl. Sapurata, Wee Tobula, Kota Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya. Hotelnya terbilang masih baru dan menyediakan beberapa tipe pilihan kamar. Selain itu di hotel ini mempunyai restoran dan menyediakan sarapan pagi.
Sambungan ceritanya dapat dibaca pada : "Jatuh Cinta dengan Keindahan Alam Sumba Part 1"
0 komentar