Menikmati Senja di Waduk Setiabudi Barat
Pukul lima sore pada pertengahan bulan september 2019, ketika bunyi sirine dinyalakan pertanda jam kerja telah usai. Penulis bergegas menyandang tas ransel dan memakai jaket abu-abu, lantas menuju parkiran. Kemudian memasang helm dan menyalakan starter motor.
Sebelum tangan menyentuh handle gas, penulis mengambil gawai di saku celana. Memberikan pesan singkat kepada seorang teman bahwa penulis baru berangkat ke lokasi pertemuan. Paling cepat setengah jam lagi tiba, jika sedang terjebak macet parah mungkin bisa satu jam lebih. Kemungkinan tidak akan terlambat, karena acaranya baru dimulai pukul delapan malam.
Setelah melihat dua ceklis berwarna biru dan jawaban "siap, kasih info jika sudah sampai", motor pun segera beranjak dari parkiran. Penulis menyapa takzim petugas keamanan di pintu keluar, memberikan kartu parkir yang sudah terlihat lusuh itu.
Kemacetan masih menjadi masalah yang serius di ibu kota dan kota besar lainnya di Indonesia. Penulis yang menyewa kosan di dekat kantor tidak merasakannya setiap hari, tetapi terkadang penulis membayangkan letihnya pekerja yang pergi-pulang menemui macet. Sore itu situasi di jalan tetap sama, mobil-mobil bergerak pelan seperti mengantri. Pengendara motor termasuk penulis mencari celah supaya dapat melaju secepat mungkin.
Beberapa menit berlalu, tibalah penulis di kawasan Jl. Sultan Agung-Galunggung. Kedua jalan ini mempunyai banyak lampu merah. Badan sudah lengket dengan keringat dan wajah terasa banyak tertimpa debu. Penulis menghembuskan nafas kesal, kening mengkerut karena mendengar bualan klakson kendaraan di belakang yang terus nyerocos. Padahal lampu lalu lintas masih berwarna merah, sungguh sangat tidak mengerti maksud orang-orang yang memencet tombol klakson itu.
Bukan kali pertama penulis melalui jalan ini, namun tidak terlalu sering juga. Jika sobat tau kawasan jalan ini, terdapat sebuah waduk pengelolaan limbah yang berada di sebelah Jalan Galunggung. Waduk itu bernama Waduk Setiabudi Barat.
Sedikit mundur beberapa hari sebelumnya, penulis sempat membaca artikel mengenai tempat-tempat memotret senja di Jakarta. Salah satunya adalah Waduk Setiabudi Barat. Penulis pun berpikir ini adalah kesempatan untuk mencobanya, saat itu penulis juga sedang membawa kamera di dalam tas ransel.
Motor pun berbelok dan parkir di sekitar kawasan waduk. Setelah itu mengirimkan pesan kepada teman bahwa kemungkinan penulis akan datang terlambat di lokasi. Entah apa alasan yang disampaikan saat itu, tetapi sudah pasti bukan karena ingin memotret di waduk :D
Sebuah pos penjaga waduk berdiri di sekitar kawasan ini, penulis menyapa para petugas yang sedang berada di lokasi. "boleh numpang foto pak?" penulis memulai percakapan. "Oh boleh dek, silahkan" Salah satu petugas menjawab.
Penulis memang membawa kamera, tetapi saat itu tidak ada tripod. Penulis mencari cara supaya bisa memasang mode long exposure tanpa bantuan tripod. Akhirnya penulis menyusun batu-batu yang ada di sekitar penulis, lalu meletakkan kamera di atas tumpukan batu itu. Hasil fotonya memang terlihat miring, tetapi bisa di edit untuk diluruskan.
Matahari senja terlihat tumbang, langit yang tadi berwarna biru perlahan berganti jingga-kemerahan. Gedung-gedung perkantoran yang menjulang tinggi bermandikan cahaya, Seperti Menara Astra, Menara Indofood dan Menara BNI 46. Air waduk yang terlihat biasa saja pada siang hari memperlihatkan keindahan yang menakjubkan di kala senja.
Sudah pukul enam sore, penulis pun menyimpan kamera ke dalam tas. Lalu sebelum pulang penulis diajak makan gorengan oleh petugas, lengkap dengan kopi yang masih hangat. Segan untuk menolak, Penulis pun ikut duduk bersama mereka sambil menikmati gorengan dan kopinya. Setengah jam kemudian penulis berpamitan dan kembali bergelut dengan kemacetan. Penulis tiba di lokasi acara sebelum pukul delapan, syukurlah tidak terlambat dan bertemu dengan teman yang sudah datang duluan.
Waktu melesat cepat, hari-hari berlalu. Beberapa bulan belakangan ini jalanan Jakarta lebih lengang. Hiruk pikuk kemacetan berkurang drastis semenjak PSBB diberlakukan. Penulis belum melihat secara langsung, informasi itu didapatkan melalui media sosial dan media massa. Mobilitas penulis sejak diumumkannya ada pasien positif corona sampai saat ini hanya di sekitar kawasan kantor saja. Semoga wabah ini segera menemui akhirnya.
0 komentar