Menjemput Mimpi Berkunjung ke Raja Ampat
Akhir tahun 2018, mimpi berkunjung ke Raja Ampat akhirnya terwujud. Berbekal tiket promo Sriwijaya Air, penulis bersyukur bisa menghemat pengeluaran biaya pesawat. Tetapi tetap saja perlu biaya yang cukup besar untuk sewa kapal dan menginap selama 3 hari 2 malam.
Beruntung saat itu ada teman-teman dari komunitas sesama pengguna tiket promo yang pergi bersama penulis. Jadilah kami melakukan sharing cost, perjalanan ini dikomandoi oleh Kak Intan, seorang traveler yang sudah melanglangbuana ke berbagai tempat.
Penulis tiba di Bandara Eduard Domine Osok Sorong pada tanggal 22 Desember 2018 jam tujuh pagi. Setelah itu melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Rakyat Sorong, waktu tempuhnya hanya 15 menit saja.
Setibanya di pelabuhan penulis mengamati fasilitas yang ada, rupanya tidak ada gerai ATM yang tersedia. Penulis kebingungan karena hanya sedikit membawa uang cash, beruntung saat itu teman penulis bernama Faliq mau meminjamkan uangnya. Perjalanan ini lagi-lagi bersama Faliq, teman penulis yang sering disebut dalam beberapa blogpost.
Dari Pelabuhan Sorong penulis akan menggunakan kapal cepat menuju Pelabuhan Waisai. Penulis berangkat pada pukul 9 pagi dengan biaya kapal Rp 100.000. Waktu tempuhnya dua jam, waktu yang cukup untuk beristirahat sebentar.
Tiba di Pelabuhan Waisai, penulis dan teman-teman dijemput oleh guide yang akan menemani perjalanan kami selama 3 hari 2 malam. Kami menggunakan speedboat dan tujuan pertama adalah Pasir Timbul.
Pasir Timbul
Gradasi air laut berwarna biru muda dan biru tua menyambut kami, sangat menakjubkan. Berdirilah sebuah pulau pasir yang muncul di tengah laut saat kondisi laut sedang surut atau gosong. Sungguh, indah nian ciptaan Tuhan, kalimat pujian-pujian terucap dari mulut yang dari tadi mengagumi pesona alamnya.
Perairan sebening kristal menghampar luas, jernih tak terkira. Memukau melebihi senyuman manis si Dia. Salah satu teman dalam perjalanan ini yaitu Bang Haris mengeluarkan kamera drone miliknya. Membuat dokumentasi dari ketinggian sekitar dua puluh meter.
Hati-hati, keindahan pasir timbul rawan sekali membuat kita lupa waktu. Guide memanggil penulis dan teman-teman kembali ke speedboat untuk melanjutkan perjalanan berikutnya, yaitu Pulau Arborek. Waktu tempuhnya 1,5 jam.
Pulau Arborek
Salah satu tempat untuk melakukan aktivitas snorkeling di Kepulauan Raja Ampat adalah Arborek. Tetapi sebelum itu penulis makan siang terlebih dahulu, mengisi perut yang sudah keroncongan. Setelah itu penulis menyempatkan untuk menghubungi kakak perempuan di Sumatera, sinyal di pulau ini cukup baik.
Keindahan terumbu karang di bawah papan dermaga sangat indah. Ikan-ikan bahkan terlihat meski kita belum turun ke dalam air. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul empat, penulis kembali ke speedboat untuk melanjutkan perjalanan ke Homestay Tanjung Mefiyai. Sungguh kejadian yang tidak terduga, cuaca buruk terlihat di kejauhan. Awan hitam terlihat, pertanda badai yang tidak diinginkan itu akan segera menerpa kapal.
Bulan Purnama di Ujung Tahun
Angin berhembus kencang, hujan deras menghujam, ombak tinggi menerjang. Titik puncak kecemasan adalah mesin kapal beberapa kali mati. Sungguh, potongan hal yang tidak mengenakkan saat perjalanan itu masih terbayang. Baju basah kuyup, ransel yang sudah ditutupi terpal juga basah. Tangan yang berpegang erat, mulut tak henti-hentinya berdoa meminta pertolongan Tuhan.
Kami tidak bisa ke homestay, di depan pulau terlihat badai yang buruk. Sangat fatal jika tetap memaksakan, Guide pun memutar arah menuju Pianemo. Syukurlah meski tiga jam pikiran tidak tenang diterjang badai, Kami bisa menyentuh daratan, melipir ke homestay di Pianemo terlebih dahulu.
Faliq sempat dilanda mabuk laut yang cukup berat, tubuhnya dingin dan terlihat pucat. Syukurlah masih ada baju yang kering untuk mengganti bajunya yang kuyup. Tubuhnya diberikan minyak gosok, lalu segelas teh hangat dan antangin diberikan. Alhamdulillah kondisinya membaik.
Mesin kapal yang tadinya sempat beberapa kali mati pun diperbaiki. Sambil menunggu perbaikan selesai, penulis dan teman-teman pun berkumpul untuk bercerita. Badai yang kami hadapi akhirnya berlalu, cuaca pun membaik. Bulan purnama sempurna menghiasi langit.
Pukul delapan malam penulis menuju ke homestay, ombak selama perjalanan cukup tenang. Setelah tiba, baju-baju yang basah dijemur dan diletakkan ke dekat cahaya lampu. Penulis melihat muka Faliq yang kembali murung, kamera miliknya rusak karena terkena air.
Keesokan harinya cuaca bersahabat. penulis baru menyadari keindahan di depan homestay sangat indah. Pohon-pohon kelapa melambai, pasir pantai yang bersih, dan gradasi air laut yang jernih.
bersambung di "Keindahan Piaynemo dan Wayag di Raja Ampat"
0 komentar