Lebaran Yang Akan Selalu Diingat
-Satu, Dua, Tiga, bahkan bertahun-tahun yang lalu.-
Kabut mengais lereng-lereng bukit, bak hamparan kapas yang mengambang. Gema takbir dan tabuhan bedug terdengar di seluruh penjuru kampung. Sepagi itu sudah ramai orang-orang yang memakai koko dan gamis, mungkin baju yang terbaik di almari. Berbondong-bondong bersama keluarganya menuju ke masjid kampung. Senyum merekah di wajah para warga, saling sapa dengan keluarga yang lain saat bertemu di jalan. Beberapa ada yang baru tiba di kampung, menempuh perjalanan puluhan, ratusan, bahkan ribuan kilometer dari perantauan.
Masjid kampung itu sederhana dan tidak terlalu luas, paling hanya bisa menampung sekitar seratus jamaah saja. Sangat tidak cukup untuk para jamaah yang membludak, tumpah hingga memenuhi sebagian bahu jalan. Sudah menjadi kebiasaan bertahun-tahun lamanya saat Salat Ied masjid penuh dan tidak cukup menampung jamaah.
Hari Raya memang selalu spesial, sekejap terpikirkan kenapa tidak merenovasi masjid agar memuat lebih banyak jamaah, mungkin bisa dibuat dua tingkat? Amboi, setelah dipikir-pikir kembali sungguh sangat mubazir dana, karena jamaah penuh ini hanya sesaat saja. Lihat saja saat salat wajib lima waktu paling hanya sebaris yang penuh.
Iqomah pun diucapkan, para jamaah berdiri. Pak Tua yang merupakan tokoh agama di kampung memimpin salat dua rakaat. Setelah selesai salat, Khotib naik ke atas mimbar sambil memegang secarik kertas, lalu membacakan khutbah dengan khidmat. Sungguh nasihat yang amat menyentuh, beberapa jamaah terlihat berlinang air mata.
Setelah selesai pembacaan khutbah, para warga bersiap-siap untuk melaksanakan tradisi kampung, yaitu Pantauan. Tiap-tiap rumah didatangi satu persatu dari pangkal hingga ujung kampung, tidak ada yang terlewat. Lalu makanan yang dihidangkan di hari raya dibacakan do'a, meminta keberkahan dari Sang Pemberi Rezeki. Setelah doa selesai, mulailah dikecap makanan yang dihidangkan.
"Makan sedikit-sedikit saja, masih banyak rumah yang akan didatangi. Bisa-bisa perutmu bisa meledak kalau kau makan pindang di tiap rumah" pesan itu paling diingat jika pantauan, ambil makanan sedikit-sedikit saja seperti kue dan keripik, makan pindangnya cukup di satu atau dua rumah saja.
Tradisi ini sudah berjalan sejak lama, warga pendatang pasti akan terkejut melihat tradisi ini saat pertama kali. Di daerah lain mungkin sobat hanya mendatangi rumah-rumah keluarga saja atau yang dikenal, lah ini tiap rumah di kampung didatangi.
Cerita ini berbeda dengan situasi tahun ini. Keluarga banyak terpisah, menatap penuh rindu dari layar gawai. Tidak ada makanan khas kampung, tidak ada pantauan, hingga Salat Ied hanya di rumah saja. Tetapi yakinlah setiap kejadian akan selalu mendatangkan hikmah. Semoga dipertemukan dengan Ramadan dan Syawal di tahun berikutnya dengan keadaan yang lebih baik.
Penulis tidak setuju ada yang mengatakan lebaran tahun ini tidak ada spesialnya, justru edisi kali ini sangat spesial dan akan selalu teringat.
4 komentar
Kalau ditempat saya pantauan itu sebutan untuk datang ketiap rumah atau tuan rumah yang memanggil untuk datang kalau ada acara pernikahan. Kalau untuk suasana lebaran, namanya sanjean.
BalasHapushalo kak, di tempat saya pantauan juga istilah untuk memanggil untuk datang kalau ada acara pernikahan :).
Hapusupdate...
BalasHapusmasjid di kampung itu sudah tidak sanggup menampung jamaah salat ied. sejak 2022 petua dan perangkat kampung sepakat menggelar salat di halaman sekolah dasar.
pantauan terus dilaksanakan tiap tahun, tidak tergerus zaman.
Mantap bang dodo tulisannya
BalasHapus