Catatan Pendakian Gunung Ijen
Dikutip dari Wikipedia, Ketinggian Gunung Ijen adalah 2.386 mdpl. Tidak terlalu tinggi, treknya juga tidak terlalu berat. Akan tetapi ada sedikit cerita disaat perjalanan dari Kota Banyuwangi menuju Pos Paltuding, basecamp pendakian Ijen. Hujan deras, fisik yang mulai lelah, hingga Faliq yang hampir hipotermia.
Melanjutkan perjalanan dari Taman Nasional Baluran (baca : Menelusuri Keindahan Taman Nasional Baluran di Ujung Timur Jawa). Penulis dan Faliq beristirahat sejenak di Masjid Agung Banyuwangi, melakukan salat Maghrib dan Isya di sana. Syukurlah di masjid tersedia fasilitas kamar mandi yang bersih dan terawat, penulis pun menumpang mandi di sana.
Setelah dirasa siap, sekitar pukul tujuh malam penulis dan faliq mulai melakukan perjalanan dengan sepeda motor. Kami singgah sebentar di SPBU, mengisi penuh bahan bakar agar cukup sampai ke Pos Paltuding di Gunung Ijen. Lalu mencari gerai minimarket yang menjual gas portable.
Perjalanan dua jam menuju Pos Paltuding berjalan normal pada awalnya, suhu udara malam yang dingin bisa diantisipasi dengan menggunakan jaket polar yang tebal. Penulis memanfaatkan aplikasi maps untuk sampai ke sana, melewati beberapa desa dan hutan.
Kurang lebih sekitar 30 menit lagi tiba di Pos Paltuding, semuanya berubah menjadi berat. Hujan deras membungkus sisa perjalanan penulis. Jalanan yang berkelok kelok dan mulai minim penerangan menambah semua kekhawatiran itu. Syukurlah sebelum serah terima sewa kunci motor, penulis meminta dua jas hujan dengan pemilik kendaraan. Jadinya rembesan air hujan tidak terlalu membuat basah badan.
"Liq, kok belum sampai-sampai ya, sinyal GPS hilang lagi" Penulis berkata dengan faliq dengan sejuta rasa khawatir.
"Tenang bro, aku sudah pernah ke sini, sepertinya bentar lagi sampe" Faliq mencoba menenangkan.
Benar saja, selang beberapa menit Penulis pun tiba juga di basecamp dalam keadaan basah kuyup. Tapi hujan masih dengan derasnya mengguyur. Tanpa pikir panjang, Penulis dan Faliq segera mendirikan tenda. Setelah tenda berdiri, penulis berganti pakaian yang kering dan mengeluarkan sleeping bag, penulis juga menggunakan kaus kaki untuk melawan dinginnya malam.
Namun saat itu rupanya Faliq tidak membawa sleeping bag, Ia pun mencoba tidur dengan berbekal jaket polar saja. Sekitar pukul sebelas malam, penulis terbangun melihat Faliq yang sedang menggigil. Badannya terasa dingin dan bibirnya agak pucat, penulis sungguh khawatir saat itu. Mengeluarkan minyak hangat dan mengoleskannya, entah apakah itu prosedur yang benar atau tidak. Penulis lantas meminjamkan sleeping bag kepada Faliq.
Syukurlah tidak terjadi hal yang tidak diinginkan malam itu, penulis lanjut tidur dan terbangun sekitar pukul 01.30 wib, bersiap-siap untuk memulai pendakian. Mendaki gunung Ijen sebetulnya tidak seberat mendaki gunung lainnya, yang diperlukan adalah pakaian hangat, headlamp untuk penerangan, masker untuk mengurangi bau belerang masuk ke pernafasan, logistik air dan makanan ringan saja. Sobat bisa menggunakan tas yang berukuran lebih kecil.
Normalnya pendakian dari basecamp Paltuding hingga menuju ke puncak Gunung Ijen memakan waktu 2 jam dengan menyusuri trek tanah yang menanjak. Jalur pendakian yang lebar membuat nyaman para pendaki, terlebih dengan adanya taksi gerobak yang ditarik oleh manusia. Tarifnya memang cukup mahal yaitu Rp 200.000 untuk naik saja, jika pp kalikan saja dua.
Penulis berjalan kaki untuk naik ke atas, tiba sekitar pukul 3.30 WIB, bau belerang sangat menyengat meskipun sudah memakai masker berlapis. Bagi yang tidak membawa masker atau buff, banyak warga lokal yang menyediakan sewa ketika kita sampai di puncak.
Penulis turun ke bawah untuk melihat blue fire, sementara Faliq tidak ikut karena dulu sudah pernah. Penulis menjumpai banyak penambang belerang yang
sudah sibuk sepagi itu. Perjalanan ini memberikan pelajaran tentang
arti syukur, penulis merenung melihat para penambang yang bekerja keras
menambang dan memikul bongkahan belerang yang sangat berat. Kerja keras
para penambang sangat luar biasa, semoga lelah menjadi amal pahala bagi
mereka.
Sayangnya saat itu blue fire yang ingin penulis lihat hanya seupil saja, tidak menyala seperti yang penulis lihat di youtube ataupun sosial media. Penulis lantas bergegas naik ke atas, lalu berjalan mencari spot sunrise. Kekecewaan penulis langsung hilang seketika, melihat keindahan matahari terbit yang sangat indah sekali.
Inilah "The Sunrise of Java", julukan Banyuwangi karena letak geografisnya yang berada di ujung timur Pulau Jawa, kabupaten yang pertama kali disinari Sang Surya. Menakjubkan sekali view sunrise hari itu. Penulis agak berlama-lama duduk menyimak pemandangan dari puncak Ijen, melihat Lanskap kawah yang berwarna biru dan gugusan pegunungan
Sekitar pukul 7 pagi, Penulis dan Faliq turun ke basecamp Paltuding karena harus disiplin waktu mengingat sorenya Kami harus kembali ke Jakarta. Setelah tiba di tenda, penulis memasak sarapan. Menu sarapan tidak terlalu spesial, tetapi pemandangan dan suasananya yang istimewa. Sarapan ala kadarnya saja seperti memasak nasi, mie, dan menggoreng nugget.
Setelah selesai sarapan, penulis bersiap-siap mengemasi peralatan untuk kembali ke Kota Banyuwangi, Mengembalikan sepeda motor ke Stasiun, lalu berangkat menuju bandara. Perjalanan pun usai, semoga suatu saat dapat kembali ke Banyuwangi, masih banyak tempat-tempat yang belum sempat disambangi :).
0 komentar