Melihat Uniknya Sawah Jaring Laba-laba (Overland Flores Part 5)
Perjalanan overland Flores berlanjut di Ruteng, setelah sebelumnya penulis berkunjung dari Bajawa (Kampung Adat Bena di Bajawa). Penulis berangkat dari Bajawa dengan menggunakan bus, tiba di Terminal Mena Ruteng pada pukul 11.00 WITA.
Suasana terminal sudah lengang saat itu, tidak ada lagi otokol yang berada di sana. Penulis bertanya kepada pegawai dinas perhubungan yang sedang bertugas di terminal, rupanya otokol yang menuju ke Desa Denge sudah berangkat pukul sepuluh tadi. Penulis datang terlambat, lalu disarankan untuk kembali ke terminal pada keesokan paginya.
Setiap perjalanan harus mempunyai rencana cadangan, penulis memutuskan untuk menginap terlebih dulu satu malam di Ruteng. Setelah memanggil ojek yang mangkal di dekat terminal, penulis pun pergi menuju Hotel Rima. Hotel ini sudah terkenal di kalangan backpacker, berlokasi di pusat kota dan menyediakan sewa motor.
Penulis menyewa sebuah kamar dengan tarif yang termurah yaitu Rp.120.000 per malam. Fasilitasnya kipas angin, TV, dan kamar mandi dalam. Jikalau sobat ingin mengupgrade fasilitas kamar seperti AC, silahkan memesan kamar yang lain. Tetapi menurut penulis, AC tidak terlalu diperlukan karena suhu udara Ruteng yang sudah dingin.
Setelah selesai check in dan mandi, penulis pun menyewa motor di hotel ini. Karena menyewa hanya sebentar dan hitungannya hanya setengah hari saja, penulis diberikan tarif Rp.50.000. Untuk mengobati kekecewaan ketinggalan Otokol menuju Desa Denge, penulis mencari tempat-tempat apa saja yang menarik dikunjungi di Kota ini. Muncullah nama "Sawah Jaring Laba-laba" di urutan paling atas.
Setelah selesai check in dan mandi, penulis pun menyewa motor di hotel ini. Karena menyewa hanya sebentar dan hitungannya hanya setengah hari saja, penulis diberikan tarif Rp.50.000. Untuk mengobati kekecewaan ketinggalan Otokol menuju Desa Denge, penulis mencari tempat-tempat apa saja yang menarik dikunjungi di Kota ini. Muncullah nama "Sawah Jaring Laba-laba" di urutan paling atas.
Sawah Spider Cancar
Jika dilihat dari ketinggian, maka akan terlihat bentuk unik seperti jaring laba-laba menjadi ciri khas sawah ini. Sawah ini bernama Lodok yang terletak di Desa Cancar, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Penulis menggunakan bantuan Google Maps saat berkunjung di sini, tetapi saat itu penulis sedikit nyasar karena diarahkan langsung ke permukaan sawahnya, bukan ke puncak bukit. Penulis pun kebingungan, lantas bertanya kepada penduduk sekitar.
"Oh kalau mau lihat pemandangan sawah dari atas, kamu harus menuju Puncak Weol, lokasinya tidak jauh dari sini" Salah seorang bapak yang sedang berjaga di warung menjelaskan dengan detail kemana arah jalannya.
"Oh kalau mau lihat pemandangan sawah dari atas, kamu harus menuju Puncak Weol, lokasinya tidak jauh dari sini" Salah seorang bapak yang sedang berjaga di warung menjelaskan dengan detail kemana arah jalannya.
Dengan bantuan petunjuk dari warga dan melihat papan petunjuk jalan, penulis pun berhasil tiba di sebuah tempat bernama Puncak Weol. Untuk menuju puncak, penulis harus berjalan menaiki anak tangga yang jumlahnya mungkin ratusan anak tangga. Cukup melelahkan, apalagi penulis tidak membawa perbekalan air minum.
Setelah tiba di atas Puncak Weol, penulis pun membelalakkan mata melihat sebuah landscape yang luar biasa indah. Sawah yang menghijau dan berbentuk seperti garis jaring laba-laba, lalu perbukitan membentang sebagai latarnya. Mengagumkan ! sebuah perjuangan yang dibayar tuntas dengan pemandangannya.
Keunikan bentuk sawah ini ceritanya karena adat masyarakat Manggarai yang membagi sawah bermula dari titik tengah, lalu dari titik tengah ditarik garis lurus menuju bidang terluar. Sehingga terlihatlah pola kecil di bagian dalamnya dan semakin melebar mendekati bagian terluar. Tradisi ini dikenal dengan nama lodok oleh masyarakat sekitar.
Kabupaten Manggarai terkenal sebagai sebuah daerah penghasil padi, di sepanjang perjalanan sobat akan melihat hamparan sawah. Cuaca semakin mendung dan pertanda hujan akan turun, penulis pun bergegas menuju ke bawah dan memacu sepeda motor kembali ke kota.
Kabupaten Manggarai terkenal sebagai sebuah daerah penghasil padi, di sepanjang perjalanan sobat akan melihat hamparan sawah. Cuaca semakin mendung dan pertanda hujan akan turun, penulis pun bergegas menuju ke bawah dan memacu sepeda motor kembali ke kota.
Gereja Katedral Lama di Ruteng
Kota seribu gereja menjadi julukan untuk kota ini, alasannya karena banyak dijumpai gereja di Kota ini. Penulis pun tertarik untuk mampir ke halaman Katedral Lama yang berada di tengah kota. Penulis tidak sampai masuk ke dalam, hanya memotret dari luar saja.
Pada bagian pagar katedral, terdapat tulisan yang menandakan bahwa katedral ini berdiri sejak tahun 1929. Keunikan dari katedral ini adalah bangunannya yang bernuansa Eropa, terdapat dua menara yang mengapit bangunan utamanya. Lalu terdapat sebuah bukit yang menjadi latar belakang katderal ini, namun sayang cuaca yang mendung membuat bukit tersebut tidak dapat terlihat.
Kota yang berada di dataran tinggi ini mempunyai udara yang sejuk. Mengendarai motor sendirian dan berkeliling Kota Ruteng adalah sebuah pengalaman yang akan tersimpan rapi. Hujan pun turun membungkus kota, membuat penulis tidak bisa melanjutkan perjalanan mengelilingi Ruteng. Penulis kembali ke hotel dan makan malam mengisi perut yang sudah keroncongan.
Malam hari yang dingin membuat penulis mematikan kipas angin di dalam kamar. Penulis tidak lupa untuk mengisi daya baterai HP dan Kamera. Oh ya, jika sobat ingin berkunjung ke Wae Rebo harus menyiapkan kamera dan handphone dengan baterai yang penuh ya. Karena listrik di sana hanya tersedia saat malam hari saja. Setelah baterai terisi penuh, penulis pun tertidur pulas.
Kota yang berada di dataran tinggi ini mempunyai udara yang sejuk. Mengendarai motor sendirian dan berkeliling Kota Ruteng adalah sebuah pengalaman yang akan tersimpan rapi. Hujan pun turun membungkus kota, membuat penulis tidak bisa melanjutkan perjalanan mengelilingi Ruteng. Penulis kembali ke hotel dan makan malam mengisi perut yang sudah keroncongan.
Malam hari yang dingin membuat penulis mematikan kipas angin di dalam kamar. Penulis tidak lupa untuk mengisi daya baterai HP dan Kamera. Oh ya, jika sobat ingin berkunjung ke Wae Rebo harus menyiapkan kamera dan handphone dengan baterai yang penuh ya. Karena listrik di sana hanya tersedia saat malam hari saja. Setelah baterai terisi penuh, penulis pun tertidur pulas.
Keesokan paginya kembali ke Terminal Mena lebih awal agar tidak terlambat. Penulis berhasil naik Otokol tetapi bukan yang menuju Desa Denge, karena otokol tujuan ke sana tidak beroperasi pagi itu.
Penulis menaiki otokol tujuan Desa Dintor, jangan khawatir karena letak desa Dintor tidak jauh dari Desa Denge. Setelah tiba di Desa Dintor, penulis naik ojek menuju ke Desa Denge. Bagi sobat yang belum tau, Desa Denge merupakan desa terakhir sebelum pendakian menuju Wae Rebo. Kelanjutan ceritanya dapat dibaca pada "Solo Traveling ke Wae Rebo" :).
Pengeluaran penulis di Ruteng
1. Biaya menginap satu malam di Hotel Rima : Rp.120.000
2. Biaya sewa motor setengah hari : Rp.50.000
0 komentar