Kampung Adat Bena di Bajawa (Overland Flores Part 4)
Holaa, cerita perjalanan overland Flores berlanjut ke bagian empat. Setelah sebelumnya penulis berkunjung ke Ende (Melihat Jejak Bung Karno di Ende). Sedikit mengulas cerita sebelumnya, penulis melanjutkan perjalanan sendiri dan berpisah dengan Faliq. Untuk menuju Bajawa, penulis menumpangi mobil travel, sedangkan Faliq menaiki bus.
Penginapan dan Sewa Motor
Perjalanan selama tiga jam penulis tempuh untuk menuju Kota Bajawa. Rinai hujan membungkus perjalanan saat itu, membuat suhu udara menjadi dingin. Sopir travel mengantarkan penulis menuju Hotel Elisabeth di Kota Bajawa. Saat itu jarum jam menunjukkan pukul tiga sore ketika penulis tiba di hotel. Penulis pun memesan kamar dengan tarif Rp.175.000 untuk satu malam.
Perjalanan selama tiga jam penulis tempuh untuk menuju Kota Bajawa. Rinai hujan membungkus perjalanan saat itu, membuat suhu udara menjadi dingin. Sopir travel mengantarkan penulis menuju Hotel Elisabeth di Kota Bajawa. Saat itu jarum jam menunjukkan pukul tiga sore ketika penulis tiba di hotel. Penulis pun memesan kamar dengan tarif Rp.175.000 untuk satu malam.
Planning penulis selama di Bajawa adalah mengunjungi salah satu desa adat tertua di Flores yaitu Kampung Bena. Penulis pun bertanya kepada staf hotel apakah menyediakan sewa motor atau tidak. Rupanya mereka tidak menyediakan jasa sewa motor, tetapi ada seorang staf hotel yang mau mengantar penulis menuju ke Kampung Adat Bena. Sepakatlah penulis di angka Rp.50.000.
Setelah selesai dengan urusan transportasi menuju kampung adat, penulis pun masuk ke dalam kamar dan beristirahat. Suhu udara yang dingin di Kota Bajawa membuat penulis menarik selimut dengan cepat. Tetapi seketika penulis ingat Faliq, bagaimanakah kabarnya? apakah Ia sudah sampai di Bajawa dan dimana ya kira-kira dia menginap?. Entahlah, penulis saat itu masih enggan menghubunginya. Penulis pun tertidur dan menyimpan semua pertanyaan itu.
Pagi hari yang dingin mengucapkan salam kepada penulis yang baru
terbangun, saat itu jarum jam menunjukkan pukul enam pagi tanggal 4
Februari 2019. Penulis pun bersiap-siap untuk berangkat ke
Kampung Adat Bena, mengemasi semua barang ke ransel karena langsung check out saat itu juga.
Setelah berkunjung ke Kampung Bena, penulis meminta untuk langsung di antar ke pangkalan bus di bajawa. Penulis akan langsung melanjutkan perjalanan menuju Terminal Mena, setelah tiba di sana penulis akan naik Angkutan Umum bernama Otokol untuk berangkat ke Desa Wae Rebo (ceritanya disimpan dulu ya).
ketika penulis keluar kamar rupanya sudah ditunggu
staf hotel di lobi. Ah, sayangnya penulis lupa nama beliau. Inilah
akibat terlalu lama menulis catatan perjalanan, tidak semua detail
cerita penulis ingat semuanya.
Kampung Adat Bena di Kaki Gunung Inerie
Kampung Adat Bena berjarak sekitar 20 km ke arah selatan dari pusat Kota Bajawa. Penulis membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit untuk tiba di kampung ini, melewati jalan beraspal yang mulus dan kontur yang meliuk-liuk melewati perbukitan. Penulis tiba terlalu pagi, sehingga belum ada yang menjaga meja tiket masuk.
Saat itu penulis melihat ibu yang sedang menyapu halaman rumah, penulis pun menitipkan uang retribusi kepada ibu tersebut sejumlah Rp.20.000 karena belum ada yang menjaga meja tiket masuk. Setelah itu penulis berjalan mengelilingi kampung adat dan terkagum-kagum melihat peninggalan megalitikum yang ada di kampung ini. Batu-batu ini merupakan "mahkota" milik Kampung Bena yang harus dijaga, termasuk juga ritual adat yang turun temurun dilakukan oleh penduduk kampung.
Kabut yang menggelayut membuat Gunung Inerie tertutup dan tidak terlihat keindahannya. Bentuk Kampung Bena memanjang dan berundak-undak. Rumah-rumah di kampung ini terbuat dari bahan yang sama, dinding dan lantai terbuat dari kayu, lalu atapnya seperti terbuat dari jerami.
Kampung Adat Bena diperkiran telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu, merupakan salah satu kampung adat tertua di Flores. Penduduk kampung kebanyakan berprofesi sebagai peladang, selain itu keahlian yang dimiliki oleh penduduk kampung adalah menenun kain tradisional. Sayangnya saat itu penulis terlalu pagi datang ke sini sehingga tidak bisa melihat aktivitas keseharian penduduknya.
Melanjutkan Perjalanan Menuju Ruteng
Penulis pun diantar menuju pangkalan bus di Bajawa, staf hotel pun berkata ke kondektur bus untuk menurunkan Penulis di Terminal Mena di Ruteng. Staf hotelnya sangat baik, Penulis pun memberikan tips sebesar Rp.25.000 kepada beliau saat mengucapkan salam perpisahan.
Opsi transportasi lain menuju Kota Ruteng adalah dengan mobil travel. Namun jika sobat berangkat pagi-pagi lebih baik naik bus saja, mobil travel saat itu belum siap berangkat karena menunggu penumpang penuh.
Apakah penulis tiba tepat waktu di Terminal Mena Ruteng? ceritanya dapat dibaca pada postingan "Uniknya sawah jaring laba-laba".
Pengeluaran penulis di Bajawa :
1. Biaya Hotel Elisabeth : Rp.175.000
2. Biaya diantar staf hotel menuju Kampung Bena : Rp.50.000+ Rp.25.000 (tips)
3. Biaya tiket masuk Kampung Bena : Rp.20.000
4. Biaya bus dari Bajawa menuju Ruteng : Rp.70.000
0 komentar