Tempat Wisata Menarik di Pontianak
Setelah mengunjungi Kota Singkawang (Catatan Perjalanan ke Singkawang), Penulis kembali ke Kota Pontianak dan mengunjungi beberapa tempat di sana. Penulis mempunyai waktu kurang lebih 11 jam untuk berkeliling di Kota Pontianak karena harus kembali ke Jakarta pada pukul 20.10 WIB.
Mobil yang penulis tumpangi tiba di Kota Pontianak pada hari Minggu pukul 9.00 WIB, penulis meminta langsung diantar menuju Tugu Khatulistiwa. Berikut ulasan catatan-catatan penulis ketika berada di Kota Pontianak.
Tugu Khatulistiwa, Penanda dilewati garis lintang 0 derajat
Kota Pontianak dikenal sebagai sebutan Kota Khatulistiwa, karena dilewati oleh garis equator atau garis lintang nol derajat. Ada beberapa daerah lain di Indonesia yang juga dilewati oleh garis ini, Pontianak salah satunya.
Sebagai penanda dilewai oleh garis khatulistiwa, dibangunlah sebuah tugu yang letaknya berada di Jalan Khatulistiwa, Kecamatan Pontianak Utara. Tugu ini dibangun pada tahun 1928, pada awalnya hanya berbentuk tonggak dengan anak panah. Seiring perkembangan zaman, dilakukanlah beberapa renovasi sehingga bentuknya seperti saat ini.
Penulis masuk ke dalam bangunan yang berbentuk seperti kubah, lalu di tengah bangunan terdapat tonggak dengan anak panah. Terdapat informasi yang edukatif mengenai ilmu geografi di dinding-dinding bangunan. Lalu ada juga sejarah pembangunan tugu dari awal pembuatan, dulunya dibangun dalam rangka ekspedisi geografi.
Cobalah datang pada saat peristiwa titik kulminasi Matahari pada tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September.
Bertemu Dengan Orang Baik
Setelah mengunjungi Tugu Khatulistiwa, penulis mencoba memesan ojek online menuju Masjid Sultan Syarif Abdurrahman yang letaknya berdekatan dengan Keraton Kadriah. Namun selama kurang lebih 30 menit menunggu, tidak ada driver yang mau mengambil pesanan penulis.
Penulis sempat kebingungan menggunakan transportasi apa, penulis duduk di sebuah halte bus dan berpikir sejenak. Lalu dari kejauhan ada sebuah angkot yang lewat, penulis pun melambaikan tangan meminta berhenti. Angkot tersebut belum ada penumpang satu pun dan yang mengendarainya seorang bapak kisaran 50 tahun, penulis menanyakan apakah angkot ini akan melewati Keraton Kadriah.
"Tidak nak, angkotnya hanya sampai terminal dan masih lumayan jauh jaraknya ke keraton" jawaban bapak itu membuat penulis kembali kebingungan. Lalu bapak itu dengan baik hatinya bilang "ayoklah naik, nanti bapak antar sampai sana". Beruntungnya penulis saat itu bertemu dengan orang baik. Mobil angkot berjalan pelan sekali, mungkin kecepatannya hanya sekitar 40 km/jam. Penulis mengobrol dengan bapak itu dan saling bertanya banyak hal.
Masjid Sultan Syarif Abdurrahman
Masjid ini dikenal juga dengan Masjid Jami', merupakan masjid tertua di Kota Pontianak. Didirikan pada tahun 1778, masjid ini terletak di Kampung Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur. Masjid ini menjadi bangunan penting yang bersejarah dari Kesultanan Pontianak.
Jika ingin mengetahui sejarah lebih jauh tentang Kesultanan Pontianak, cobalah berkunjung ke Keraton Kadriyah yang letaknya berdekatan dengan masjid ini.
Arsitektur masjid ini mirip dengan masjid-masjid keraton yang ada di pulau jawa. Atapnya berundak-undak dengan bentuk yang semakin mengecil hingga bagian atas. Penulis masuk ke dalam masjid, bertepatan juga dengan waktu salat zuhur. Di dalam masjid terdapat banyak tiang penyanggah yang terbuat dari kayu.
Keraton Kadriah
Seperti yang penulis sebutkan sebelumnya, lokasi keraton berdekatan dengan masjid yang tadi penulis kunjungi. Penulis hanya berjalan kaki sekitar 500 meter saja. Penulis melewai jalan kecil yang berada didekat Sungai Kapuas. Lalu penulis melihat sebuah dermaga sepit dan pengendara sepit yang sedang duduk-duduk di sekitar dermaga.
Keraton Kadriyah merupakan bangunan yang bersejarah bagi Kota Pontianak. Bangunan ini berbahan kayu dan didominasi warna kuning. Terdapat meriam yang mengarah ke arah pintu pagar. Tentunya meriam ini sudah tidak berfungsi lagi.
Penulis masuk ke dalam keraton, lalu terdapat seorang guide yang menemani penulis dan menjelaskan sejarah pendirian keraton ini. Terdapat silsilah sultan pontianak yang terletak di dinding-dinding keraton, lalu informasi tentang sejarah Kesultanan Pontianak juga ada.
Sisi unik Selama Solo Traveling di Pontianak, Naik Sepit
Penulis tidak menyewa kendaraan motor selama berada di pontianak, jadi sarana transportasi selama mengunjungi tempat-tempat wisata di Pontianak adalah dengan menggunakan sepit dan ojek online.
Sepit adalah perahu terbuka yang mempunyai mesin di bagian belakang. Digunakan untuk mengangkut penumpang dengan daya tampung 4-7 orang. Sepertinya alat transportasi sungai ini masih sering digunakan oleh warga sekitar. Memang terdapat Jembatan Kapuas yang menghubungkan Pusat Kota Pontianak dengan daerah lain, tetapi dengan adanya sepit lebih menghemat waktu yang terpakai.
Setelah mengunjungi Keraton Kadriah, penulis menghampiri pengemudi sepit di dermaga. Penulis meminta untuk di antar menuju taman alun-alun Kapuas, biayanya Rp.15.000. Penulis juga tidak tau pasaran harganya berapa, jadi asal naik saja tanpa menawar. Bingung juga mau nawar kalau tidak tau harga pasar :D.
Ada sebuah novel fiksi tentang pengemudi sepit di Pontianak, judulnya Aku, Kau, dan Sepucuk Angpau Merah. Di dalam novel fiksi tersebut diceritakan keseharian pengemudi sepit yang mengagumi penumpang bernama mei, gadis keturunan tionghoa. Bisa dibaca kalau sedang senggang, menarik ceritanya hehehe.
Taman Alun-alun Kapuas
Setelah sepit tiba di sebuah dermaga dekat Taman Alun-alun Kapuas, penulis menjumpai keramaian di taman ini. Rupanya sedang diadakan sebuah kegiatan karnaval budaya. Pesertanya menggunakan pakaian adat kalimantan, seperti pakaian adat Suku Dayak, Pakaian Adat Melayu, dan bahkan ada yang menggunakan pakaian Adat Madura.
Taman Alun-alun Kapuas selalu ramai ketika akhir pekan. Infonya tempat ini juga ramai dikunjungi saat malam hari loh. Ada sebuah kapal wisata keliling sungai yang disediakan, tarifnya Rp.15.000. Penulis tidak tahu rutenya sampai mana saja karena saat itu tidak mencobanya.
Terdapat replika tugu khatulistiwa di salah satu sisi taman, agak menjorok ke sungai lokasinya. Lalu saat itu sedang ada kegiatan melukis, penulis pun tertarik memotret salah satu pelukis yang sedang memegang kuas.
Rumah Radakng
Waktu masih menujukkan pukul 14.00 WIB, penulis memesan ojek online lalu berangkat menuju Rumah Radakng. Terletak di jalan Sutan Syahrir, Kota Baru, Pontianak. Namanya cukup unik, Dalam Bahasa Dayak berarti rumah panjang.
Bentuk Rumah Panggung yang terbuat dari kayu, yang paling unik dari rumah adat ini adalah bentuknya yang memanjang. Saking panjangnya lensa kamera penulis tidak bisa mengambil foto semua bagian rumah ini tanpa terpotong. Harus pakai mode tambahan.
Masjid Raya Mujahidin Pontianak
Penulis masih mempunyai waktu yang cukup lama, penulis pun menuju masjid besar ini. Berwarna dominan putih pada bagian dinding masjid, lalu kubahnya berawrna merah. Sekilas masjid ini bernuansa timur tengah dan mempunyai halaman yang luas.
Penulis cukup lama berada di masjid ini, Menumpang ke kamar mandi sejenak lalu sempat rebahan di bagian serambi masjid. Sekitar pukul lima sore penulis memesan gojek menuju Bandara Supadio Pontianak.
Sekian catatan penulis ketika berada di Pontianak, Semoga dapat bermanfaat.
0 komentar