Solo Traveling ke Bukittingi
Bukittinggi menjadi kota yang akan selalu terkenang bagi penulis. Mengapa demikian? karena penulis pertama kali memberanikan diri berjalan sendirian di kota ini. Istilah yang sering kita dengar untuk berjalan sendirian yaitu Solo Traveling. Bukittinggi pernah menjadi Ibu Kota Darurat Indonesia, mempunyai banyak sekali tempat-tempat wisata alam dan sejarah.
Sebelum berangkat, Penulis bertanya kepada rekan kantor yang berasal dari Bukittingi mengenai info mobil travel yang menuju ke sana. Jadi setelah tiba di bandara tidak perlu repot-repot lagi mencari info, tinggal jalan saja.
Pesawat Sriwijaya Air yang ditumpangi penulis mendarat dengan sempurna di Bandara Minangkabau pada hari Sabtu siang tanggal 28 Juli 2018. Penulis langsung keluar dan menelepon sopir travel yang telah penulis pesan. Setelah bertemu, sopirnya bilang "tunggu satu orang penumpang lagi ya bang". Penulis pun mengangguk pertanda Iyo Bang.
Mobil pun melaju menuju Kota Bukittingi. Karena lokasi duduk penulis berada di samping sopir, kami pun saling mengobrol yang mengarah ke topik sepakbola. Abangnya suka bola juga dan mengidolakan klub kebanggaan Tanah Minang yaitu Semen Padang FC, bertolak belakang dengan penulis yang mengidolakan pesaingnya sesama Sumatera yaitu Sriwijaya FC hehe.
Jalan Raya Padang-Bukittingi terkenal dengan pemandangannya yang menawan. Terdapat Air Terjun Lembah Anai yang letaknya di pinggir jalan, lalu perbukitan yang menghijau, dan terdapat bekas jalan kereta api di sepanjang jalan. Sungguh pemandangan jalan raya Padang-Bukittinggi benar-benar mengagumkan.
Setelah menempuh waktu tiga jam perjalanan, tibalah Penulis di Kota Bukittinggi. Penulis pun meminta diantar langsung ke penginapan untuk meletakkan ransel. Tidak butuh waktu lama, penulis pun langsung berjalan kaki menuju tempat-tempat yang akan penulis kunjungi. Berjalan kaki? ya karena jaraknya berdekatan semua jadi tidak perlu menyewa sepeda motor.
Taman Monumen Bung Hatta
Patung Bung Hatta yang sedang tersenyum dengan tangan melambai ke atas seakan menyapa orang yang sedang berlalu-lalang. Bung Hatta pada patung tersebut menggunakan peci dan kacamata seperti perawakan khasnya di buku-buku sejarah.
Patung Bung Hatta didirikan sebagai bentuk penghargaan atas jasanya untuk negeri ini. Terletak di bawah patung Bung Hatta terdapat ukiran pesan Bung Hatta yang mungkin pernah sobat dengar.
"kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar,
kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman,
namun jujur sulit diperbaiki"
"apa yang kita lakukan di dunia ini kelak semuanya akan dipertanggungjawabkan melalui pengadilan allah"
"membaca tanpa merenungkan itu, bagaikan makan tanpa dicerna"
"tidak ada harta pusaka yang sama berharganya dengan kejujuran"
Langkah kaki penulis berlanjut ke tempat berikutnya, Jam Gadang. Namun sayang saat itu dalam sedang proses revitalisasi sehingga tidak bisa masuk ke dalam kawasan Jam Gadang. Bangunannya berbalut warna putih, tinggi menjulang dengan atap khas Tanah Minang.
Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta
Selanjutnya penulis berjalan kaki menuju rumah kelahiran Bung Hatta. Beliau lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi yang dulunya bernama Fort de Kock. Apabila sobat ingin mengenal lebih dekat sosok Beliau silahkan membaca buku autorbiografi beliau yang berjudul "Untukku Negeriku" yang terdiri dari tiga buku.
Rumah Bung Hatta terbuat dari kayu dan terdiri dari dua lantai. Museum ini buka setiap hari mulai pukul 08.00 WIB s.d. 18.00 WIB. Dalam isi rumah terdapat kamar Bung Hatta dan keluarganya, ruang makan, foto-foto beliau, serta silsilah keluarganya yang terpajang.
Penulis datang sudah mendekati pukul enam sore, di saat museum sebentar lagi tutup. Penulis pun kembali ke penginapan untuk mandi dan beristirahat. Keesokan harinya Penulis mengunjungi Taman Panorama Ngarai Sianok dan Goa Jepang.
Taman Panorama Ngarai Sianok
Jam tujuh pagi pada hari minggu, penulis keluar dari penginapan dan berjalan menuju taman panorama ngarai sianok. Suasan taman masih sangat sepi, baru sedikit pengunjung yang datang. Hanya terlihat petugas yang sedang menyapu taman.
Dari lokasi ini terlihat panorama gagahnya bukit-bukit dengan latar gunung singgalang dan marapi. Ada banyak monyet-monyet yang sedang asik bermain di sekitar taman, penulis agak khawatir kalau diganggu karena monyetnya terlihat agresif.
Di sekitar taman terdapat kios atau warung, penulis memesan indomie kuah dan teh hangat sebagai menu sarapan pagi itu.
Goa Jepang
Karena suasana masih sepi dan pengunjung yang lain belum datang, penulis ragu masuk ke dalam Goa Jepang. Beruntungnya saat itu ada petugas yang sedang menyapu taman, penulis meminta di temani ke dalam. Dengan ucapan Bismillah dan mengumpulkan keberanian, akhirnya penulis memasukinya.
Lobang ini digunakan sebagai basis perlindungan tentara Jepang untuk menghadapi serangan. Tak hanya itu saja, Lobang Jepang juga digunakan sebagai tempat penyekapan rakyat yang berhasil ditangkap. Penulis tidak terlalu lama berada di sini, bergegas keluar karena memang suasana agak menyeramkan wkwk.
Jembatan Limpapeh
Penulis kembali menyusuri trotoar jalan di kota, melewati pertokoan dan penginapan di sekitaran Jalan Ahmad Yani. Penulis melihat Jembatan Limpapeh, bentuknya unik ini seperti layaknya sebuah gerbang dengan arsitektur khas minang.
Penulis kembali ke penginapan, mengemasi barang ke dalam tas lalu naik travel menuju Kota Padang pada pukul sembilan.
2 komentar
Halo kak! Wah lokasi2 wisatanya semua dapat dijangkau jalan kaki yaa. Boleh tau kah dulu menginap dmn?
BalasHapussy menginap di mess anggraini kak. dekat dengan rumah sakit ibnu sina.
Hapus