Catatan Perjalanan ke Singkawang
Ketika mencari referensi tempat-tempat yang akan dikunjungi di provinsi Kalimantan Barat, penulis sempat kebingungan. Ada begitu banyak tempat-tempat menarik di Provinsi ini. Namun terkendala apakah waktunya pas atau tidak dengan jatah libur penulis di kantor.
Penulis mendapatkan jatah cuti selama 12 hari dalam satu tahun. Itu pun sudah penulis bagi-bagi porsinya ke tempat lain yang penulis kunjungi pada tahun 2018. Penulis pun memutuskan untuk mengunjungi provinsi ini hanya pada saat libur akhir pekan saja. Saat itu menggunakan tiket penerbangan promo Sriwijaya Air, jadinya dapat harga yang murah hanya membayar airport tax saja.
Setelah menelusuri informasi dan menemukan banyak tempat yang menarik, mengerucutlah dua tempat/daerah. Pertama, Pos Lintas Batas Negara Entikong menjadi salah satu tempat yang cukup realistis, lama perjalanan lima sampai enam jam saja dari Kota Pontianak. Bisa PJKA (Pergi Jumat malam, Kembali Ahad), tidak perlu menggunakan cuti.
Kedua, Berkunjung ke Singkawang. Lama perjalanan dari Kota Pontianak sekitar tiga jam saja, lalu tempat-tempat wisatanya juga sangat menarik. Penulis tertarik melihat Bukit Jempol yang ada di Singkawang, alasannya karena di dekat kampung penulis juga mempunyai bukit yang dijuluki bukit jempol. Lalu Kota Singkawang juga dijuluki kota seribu kelenteng, karena di sana banyak dijumpai banyak kelenteng.
Perjalanan ke Singkawang
Baiklah, sepertinya sobat sudah tau penulis akan mengunjungi yang mana, terlihat dari judul blog post ini. Pagi hari tanggal 13 Oktober 2018 penulis tiba di Bandara Supadio Pontianak, lalu berjalan ke arah pintu kedatangan. Di Bandara Supadio terdapat sebuah replika tugu khatulistiwa yang
dipajang di salah satu sudut bandara. Menarik perhatian penumpang yang
baru saja datang, beberapa ada yang foto selfie dengan replika tugu tersebut.
Penulis keluar dari pintu kedatangan, berpakaian kemeja flanel biru dengan kancing yang dibiarkan terbuka lalu memakai kaos berwarna putih. Itulah petunjuk yang penulis berikan kepada sopir taksi yang sedang berbicara diujung telepon. Setelah bertemu penulis pun naik ke dalam mobil yang telah berisikan tiga orang penumpang lainnya.
Penumpang yang duduk di kursi depan yaitu seorang ibu berusia kisaran 40 tahunan, lalu duduk di samping penulis perempuan berusia kisaran 30 tahunan, lalu di kursi bagian belakang seorang bapak berusia kisaran 40 tahunan. Sepertinya tidak ada yang mengenal satu sama lain di mobil ini, hampir tidak ada percakapan selama perjalanan, hanya Pak Sopir yang sibuk berbicara dengan telepon genggamnya. Oh iya, tarif mobil taksinya adalah Rp.150.000 saat itu.
Sepanjang perjalanan selama tiga jam penulis bermain gawai, kadang melihat pemandangan di sepanjang perjalanan. Mobil pun sempat singgah di sebuah rumah makan yang letaknya dekat dengan bibir pantai. Ah penulis lupa nama rumah makannya, bentuknya sederhana dan harga makananya pun tidak terlalu mahal.
Saat berada di rumah makan, penulis mendengar warga yang sedang mengobrol, penulis sedikit mengerti bahasa yang mereka gunakan. Sepertinya menggunakan bahasa melayu kalimantan. Setelah selesai makan mobil pun kembali melaju dan tiba di Singkawang pada pukul 12.30 WIB.
Mendaki Gunung Poteng, Balik Kanan Karena Hujan
Penulis bertemu dengan seorang teman laki-laki yang tinggal Singkawang, seumuran dengan penulis. Namanya Randa yang berbakat di bidang musik, penulis yakin jika terus mengasah kemampuannya , dia akan berhasil meraih kesuksesan di bidang ini.
Setelah bertemu dengan Randa, penulis pun diantar dengan sepeda motor menuju kaki gunung poteng. Sepeda motor melintas di jalanan Kota Singkawang. Setelah kurang lebih 20 menit penulis pun tiba di kaki Gunung Poteng, lebih mirip seperti bukit karena tidak terlalu tinggi. Rupanya sudah ada beberapa teman Randa yang telah menunggu, mereka akan bersama-sama dengan penulis naik ke atas.
Gunung Poteng masuk ke dalam kawasan Cagar Alam Gunung Raya Pasi, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Jika beruntung, selama pendakian ke Gunung Poteng akan bertemu dengan Bunga Rafflesia. Untuk sampai ke puncak pun tidak memerlukan waktu yang lama, sekitar tiga jam.
Namun baru sebentar berjalan, sayangnya saat itu hujan turun dengan deras. "Jika kita melanjutkan naik, percuma juga sampai atas pasti viewnya tertutup kabut. Tetapi jika turun kembali sayang sekali sudah jauh-jauh datang tetapi tidak sampai puncak" Ujar Randa. Penulis memilih untuk turun saja, karena jalurnya juga akan licin dan membahayakan. Lupakan ambisi untuk ke puncak, karena itu bukan tujuan utama.
Meski tidak naik ke puncak gunung, Penulis masih bisa melihat air terjun yang bercabang dua di dalam kawasan ini. Terdapat juga saluran pipa air yang dulunya digunakan oleh masyarakat setempat untuk keperluan air bersih.
Terdapat juga air terjun lain yang penulis jumpai di kawasan Gunung Poteng. Airnya jatuh ke sebuah danau yang tidak begitu luas. Pohon-pohon yang tumbuh di sekitar air terjun mempercantik pemandangannya.
Batu Belimbing, Tempat Melihat Panorama Gunung Poteng
Penulis bersama randa melanjutkan perjalanan menuju Batu Belimbing, dinamai seperti itu karena bentuk bebatuan besar ini mirip seperti buah belimbing, terbentuk karena proses alamiah erosi dan pelapukan . Randa bercerita kalau pemandangan batu belimbing saat ini jauh berbeda dengan pemandangan beberapa tahun yang lalu. Dulunya terletak di tengah semak-semak. Pemerintah setempat mempercantik objek wisata ini dengan menggerus tanah dan membuat danau buatan yang mengelilingi batu.
Oh ya, dilarang mandi di dalam air danau ya sob. Berbahaya karena tekstur dasar danau berlumpur. Cukup memandangi panorama yang indah saja ya. Namun cuaca masih belum bersahabat setelah hujan berhenti, kabut menggelayut menutupi pemandangan gunung poteng. Cukup lama penulis menunggu kabutnya bergeser.
Buah manis sebuah kesabaran, kabut pun perlahan bergeser ke area yang lain. Bentuk jempolnya kelihatan cukup jelas. Gunung Poteng dijuluki jempol karena puncaknya berbentuk seperti jempol tangan manusia. Bentuk gunung/bukit yang menyerupai jempol tangan manusia ini juga ada di daerah lain loh. Tepatnya di Kabupaten Lahat Sumatera Selatan.
Berteduh di Sebuah Gereja
Setelah mengunjungi Batu Belimbing, penulis pun menuju ke penginapan di tengah Kota Singkawang. Sebetulnya Randa sudah menawarkan untuk menginap di rumahnya saja, tetapi penulis menolak karena sudah memesan kamar di sebuah penginapan, kebetulan dapat promo juga jadi harganya lebih murah.
Di Kota Singkawang, sangat mudah menjumpai penginapan dengan berbagai pilihan tarif dan fasilitas. Wajar saja karena kota ini sering dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara terutama saat perayaan Cap Go Meh.
Di tengah perjalanan menuju penginapan, hujan kembali turun deras. Penulis pun diajak singgah berteduh di sebuah gereja. Gereja tersebut terletak di kawasan SMP St. Aloysius Gonzaga Nyarumkop.
Penulis pun diajak masuk ke dalam gereja, ini merupakan kali pertama penulis memasuki tempat ibadah umat kristen. Penulis duduk di kursi belakang sambil menyaksikan anak-anak yang sedang melantunkan nyanyian untuk keagungan tuhan mereka.
Vihara Tri Dharma Bumi Raya
Setelah hujan reda, penulis pun melanjutkan perjalanan dan tiba di penginapan pukul tujuh malam. Penulis pun langsung mandi dan berganti pakaian. Setelah itu makan malam di dekat penginapan. Penulis lalu mengunjungi Vihara Tri Dharma Bumi Raya.
Seperti yang penulis sebutkan di awal-awal tulisan, Kota Singkawang terkenal dengan julukan kota seribu kelenteng. Salah satunya Vihara Tri dharma Bumi Raya yang sudah ada sejak tahun 1878, merupakan salah satu vihara tertua di Singkawang.
Saat itu vihara sudah tutup dan penulis tidak bisa masuk ke dalam. Hanya bisa memotret dari luar saja. Di dekat vihara terdapat Masjid Raya Singkawang yang berukuran cukup besar. Penulis pun sempat berjalan menuju ke depan masjid meski tidak masuk karena sudah tutup. Sudah Malam :).
Jika sobat tertarik menunjungi Kota Singkawang, waktu terbaiknya adalah
saat perayaan Cap Go Meh. Tetapi harus disiapkan jauh-jauh hari sebelum
pelaksanaan, karena hotel di sini akan cepat penuh saat perayaan Cap Go
Meh.
Penulis pun kembali ke penginapan untuk beristirahat, lalu pamit dengan teman penulis dan mengucapkan terima kasih telah menemani penulis selama di Singkawang. Keesokan harinya pada pukul 6.00 WIB Penulis berangkat menuju Kota Pontianak.
Sekian ulasan catatan perjalanan penulis di Singkawang, terima kasih telah membaca dan semoga bermanfaat. Catatan perjalanan penulis di pontianak dapat dibaca pada "Tempat Wisata Menarik di Pontianak"
0 komentar