24 Jam di Kota Solo, Kemana Saja?
Tiba di Bandara Adi Soemarmo pada tanggal 4 Mei 2019 pukul 10.55 WIB, penulis langsung bergegas menuju pintu keluar. Mengapa terkesan buru-buru? alasannya karena penulis hanya mempunyai waktu yang singkat di Solo.
Keesokan harinya pada jam 11.40 WIB sudah harus kembali ke Jakarta karena tiket promo yang digunakan penulis hanya berangkat pada jam itu saja. Penulis menuju loket Damri yang terletak di halte bus Bandara Adi Soemarmo. Kira-kira sekitar 100 meter dari pintu kedatangan domestik.
Setelah bertanya dengan penjaga loket, rupanya bus akan berangkat sebentar lagi. Penulis pun naik dengan membayar ongkos Rp.25.000 menuju Terminal Tirtonadi. Penumpang damri saat itu hanya berempat saja, sepi sekali yang naik.
Penulis hanya mempunyai waktu kurang lebih 24 jam saja di Kota Solo, penulis harus memaksimalkan waktu untuk mengunjungi tempat-tempat yang menjadi tujuan utama. Kota Solo memang terkenal dengan wisata kulinernya, namun penulis bukan seorang yang maniak dengan wisata kuliner. Lalu pergi kemana saja penulis saat itu? berikut catatan-catatanya.
Keraton Surakarta Hadiningrat
Solo kerap dikaitkan dengan saudaranya yaitu Yogyakarta, tidak lepas
dari sejarah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang membagi Kesultanan
Mataram Islam menjadi dua wilayah yaitu Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat dan Keraton Surakarta Hadiningrat.
Keraton menjadi tempat yang penulis kunjungi pertama. Letaknya berdekatan dengan tempat yang akan penulis kunjungi berikutnya yaitu Pasar Klewer dan Masjid Agung Surakarta. Bangunan bersejarah ini mempunyai jam buka wisatawan pada pukul 9.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB pada hari senin s.d. kamis. Lalu pada hari Sabtu dan Minggu buka pada pukul 9.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Khusus hari Jumat, Keraton Surakarta Hadiningrat ditutup untuk wisatawan.
Sobat bisa menyewa becak untuk berkeliling kawasan keraton. Becak-becak tersebut parkir di halaman depan keraton, harganya penulis tidak tahu karena tidak bertanya. Penulis mengatupkan kedua tangan tanda meminta maaf karena menolak tawaran bapak-bapak penarik becaknya.
Penulis terpukau melihat halaman depan keraton yang mempunyai ukiran khas jawa. Lalu terdapat Menara Sanggabuana yang merupakan bangunan tertinggi di Keraton. Penulis masuk ke dalam dengan membayar tarif masuk Rp.10.000. Terdapat banyak sekali ruangan museum yang ada di keraton. Seperti ruangan foto-foto raja kesultanan, ruang koleksi arca, ruang kesenian, ruangan alat angkut, dan lain-lain.
Pasar Klewer
Selanjutnya penulis menuju Pasar Klewer dengan berjalan kaki dari keraton. Pasar ini merupakan salah satu pasar tertua yang ada di Kota Solo. Sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang, dulunya hanya berbentuk lapak-lapak kecil saja dan tidak beraturan. Setelah direnovasi dan dibuat bertingkat, pasar ini kian ramai dan menjadi tempat penjualan kain-kain batik.
Pasar ini sempat mengalami kebakaran hebat pada tahun 2014 loh. Setelah itu pasar ini ditata kembali dan kembali seperti sedia kala, ramai dikunjungi pembeli. Penulis pun mampir sejenak di pasar ini, penjualnya ramah-ramah dan harga batiknya tergolong murah.
Masjid Agung Keraton Surakarta
Bagi sobat yang beragama Islam, cobalah berkunjung ke masjid ini. Lokasinya berada di depan Pasar Klewer. Saat masuk ke kawasan masjid, terdapat gapura besar bernuansa timur tengah di hadapan penulis. Uniknya terdapat tiga pintu di gapura ini, penulis masuk melalui pintu tengah karena pintu yang lainnya tertutup.
Lalu di dalam masjid banyak sekali tiang-tiang penyanggah bangunan yang terbuat dari kayu. Terdapat menara yang dulunya difungsikan sebagai tempat azan. Ada juga bedug di salah satu sisi masjid.
Setelah melaksanakan sholat ashar penulis tidur-tiduran di Serambi masjid yang luas. Ada banyak juga pengunjung yang melakukan hal yang sama. Penulis hanya tidur sebentar, karena ingin menuju tempat berikutnya yaitu Kampung Batik Kauman.
Kampung Batik Kauman
Kota Solo terkenal dengan batiknya, terdapat dua kampung batik yang populer di Solo yaitu Kampung Batik Laweyan dan Kampung Batik Kauman. Saat itu penulis hanya berkunjung ke Kampung Batik Kauman saja, lebih dekat berjalan kaki dari Masjid Agung Keraton.
Ketika memasuki gang-gang kecil di kawasan ini, penulis melewati bangunan-bangunan kuno. Ada yang berarsitektur Eropa dan Jawa. Bisa dijadikan spot foto bagi sobat yang menyukai foto portrait.
Penulis hanya berjalan-jalan saja, tidak singgah apalagi membeli batik. Saat itu sedang dibangun sebuah patung seorang ibu yang sedang membatik.
Masjid Al Wushto Mangkunegaraan
Setelah jarum jam menunjukkan pukul 17.00 WIB, penulis berhenti dan duduk di salah satu sudut Jalan Slamet Riyadi. Penulis mencari referensi tujuan berikutnya sebelum menuju ke penginapan.
Sebetulnya penulis ingin mengunjungi Stadion Manahan, Stadion yang menjadi markas klub Persis Solo. Dulunya juga sempat menjadi markas klub Persijatim Solo yang merupakan cikal bakal berdirinya Klub Sriwijaya FC. Namun terlalu kesorean kalau ke sana, sudah gelap dan pasti tidak diperbolehkan masuk ke dalam.
Akhirnya penulis menuju Masjid Al Wushto Mangkunegaraan, lokasinya berada di dekat Pura Mangkunegaraan. Bentuk gapura di pintu masjid ini unik, melengkung dan dihiasi kaligrafi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30 WIB saat itu, penulis akhirnya menuju ke penginapan yang telah di pesan. Harga penginapannya seratus ribu saja, yang penting nyaman. Keesokan harinya penulis bangun sudah jam delapan lebih, padahal rencanya ingin mengunjungi beberapa tempat lagi sebelum pulang. Akhirnya penulis hanya pergi mencari sarapan di dekat penginapan saja, lalu berdiam diri di kamar sebelum pulang.
0 komentar